Pertanyaan:
Dalam pertempuran sahabat, apakah ada yang dikafirkan?
Dalam pertempuran sahabat, apakah ada yang dikafirkan?
Jawab:
Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi Thalib r.a. tidak menganggap orang-orang yang melawannya telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda Nabi saw. kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah, orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak (tidak taat kepada penguasa)."
Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat.
Dalam uraiannya, Nabi saw. telah bersabda:
"Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka orang itu kafir atau musyrik."
Nabi saw. juga bersabda:
"Barangsiapa yang mendatangi (berobat) kepada dukun dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka dia kafir atau mengingkari apa yang dibawa oleh Rasul."
Hal-hal yang demikian itu selalu dilakukan oleh orang-orang Islam, seakan-akan menjadi tradisi mengunjungi dukun-dukun dan bersumpah atas nama orang, tidak atas nama Allah, tetapi tidak ada satu pun di antara ulama yang memvonis mereka kafir.
Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat, tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang luas dan berbeda-beda.
Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi Thalib r.a. tidak menganggap orang-orang yang melawannya telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda Nabi saw. kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah, orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak (tidak taat kepada penguasa)."
Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat.
Dalam uraiannya, Nabi saw. telah bersabda:
"Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka orang itu kafir atau musyrik."
Nabi saw. juga bersabda:
"Barangsiapa yang mendatangi (berobat) kepada dukun dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka dia kafir atau mengingkari apa yang dibawa oleh Rasul."
Hal-hal yang demikian itu selalu dilakukan oleh orang-orang Islam, seakan-akan menjadi tradisi mengunjungi dukun-dukun dan bersumpah atas nama orang, tidak atas nama Allah, tetapi tidak ada satu pun di antara ulama yang memvonis mereka kafir.
Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat, tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang luas dan berbeda-beda.
"Hingga apabila dia telah sampai pada tempat
terbenam matahari, dia pun melihat matahari terbenam kedalam laut yang
berlumpur hitam, dan dia mendapati disitu (di laut itu) segolongan ummat. Kami
berkata, 'Hai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa mereka dan boleh berbuat
kebaikan terhadap mereka'." (Q.s. Al-Kahfi: 86).
Apakah yang dimaksud dengan matahari yang terbenam
dalam mata air yang hitam?
Siapakah orang-orang yang didapati oleh Dzulkarnain?
Jawab:
Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan siapakah sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur'an secara rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui.
Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur'an, baik pada Surat Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia. Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya:
Siapakah orang-orang yang didapati oleh Dzulkarnain?
Jawab:
Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan siapakah sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur'an secara rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui.
Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur'an, baik pada Surat Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia. Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya:
"Sesungguhnyapada kisah-kisah mereka itu terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang berakal." (Q.s.Yusuf: 111)
Kisah Dzulqarnain, mengandung contoh seorang raja saleh
yang diberi oleh Allah kekuasaan di bumi, yang meliputi Timur dan Barat.
Semua manusia dan penguasa negara tunduk atas kekuasaannya, dia tetap
pada pendiriannya sebagai seorang yang saleh, taat dan bertakwa.
Sebagaimana diterangkan di bawah ini:
"Berkata Dzulqarnain, 'Adapun orang yang menganiaya,
maka kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada
Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya'." (Q.s.
Al-Kahfi: 87).
"Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan ..." (Q.s. Al-Kahfi: 88).
"Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan ..." (Q.s. Al-Kahfi: 88).
Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an,
hanyalah mengenai perginya Dzulqarnain ke arah terbenamnya matahari, sehingga
berada pada tempat yang paling jauh. Di situ diterangkan bahwa dia telah
melihat matahari seakan-akan terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya.
Sebenarnya, matahari itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi
penglihatan kita saja yang seakan tampak matahari itu terbenam (jatuh)
ke laut. Padahal matahari itu terbit menerangi wilayah (bangsa)
lain.
Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj.
Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai karunia dari Allah dan rahmat-Nya.
Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an:
Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj.
Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai karunia dari Allah dan rahmat-Nya.
Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an:
"Dzulqarnain berkata, 'Ini (bendungan atau benteng)
adalah suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji Tuhanku,
Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur lebur); dan janji Tuhanku itu
adalah benar." (Q.s. Al-Kahfi: 98).
Tujuan utama dari Al-Qur'an dalam uraian di atas
ialah sebagai contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi kekuasaan
yang besar pada kesempatan yang luar biasa dan, kekuasaannya mencakup ke
seluruh penjuru dunia di sekitar terbit dan terbenamnya matahari. Dalam
keadaan demikian, Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan istiqamahnya tidak
berubah.
Firman Allah swt.:
Firman Allah swt.:
"Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan di bumi dan
Kami telah memberikan kepadanya (Dzulqarnain) jalan (untuk mencapai)
segala sesuatu." (Q.s. Al-Kahfi: 84).
Mengenai rincian dari masalah tersebut tidak
diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, misalnya waktu, tempat dan
kaumnya, siapa sebenarnya mereka itu. Karena tidak ada manfaatnya, maka
sebaiknya kami berhenti pada hal-hal yang diterangkan saja. Jika
bermanfaat, tentu hal-hal itu diterangkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah saw.