Sabtu, 08 Juni 2013

Keuntungan Arisan Menjadi Trend di Masyarakat


Akhir-akhir ini berkembang di tengah- tengah masyarakat macam-macam arisan, ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Bagaimana sebenarnya hukum arisan dalam Islam, karena ada sebagian kalangan yang mengharamkannya. Apakah semua bentuk arisan dibolehkan atau di dalamnya ada perinciannya?
Pengertian Arisan
Di dalam beberapa kamus disebutkan bahwa Arisan adalah pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama  oleh beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, Wjs. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka, 1976 hlm : 57 ).
Hukum Arisan Secara Umum.
Arisan secara umum termasuk muamalat yang belum pernah disinggung di dalam Al Qur’an dan As Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yaitu dibolehkan. Para ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang berbunyi  :
الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز
“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.”[1]
Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ al Fatawa ( 29/ 18 ) : “ Tidak boleh mengharamkan muamalah yang dibutuhkan manusia sekarang, kecuali kalau ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang pengharamannya “
Para ulama tersebut berdalil dengan Al Qur’an dan Sunnah sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya.” ( QS. Al Baqarah: 29)
Kedua : Firman Allah:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak.” ( QS Luqman : 20)
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah swt memberikan semua yang ada di muka bumi ini untuk kepentingan manusia, para ulama menyebutnya dengan istilah  al imtinan(pemberian). Oleh karenanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat pada asalnya hukumnya adalah mubah kecuali ada dalil yang menyebutkan tentang keharamannya.[2] Dalam masalah “arisan“  tidak kita dapatkan dalil, baik dari Al Qur’an maupun dari As Sunnah yang melarangnya, berarti hukumnya mubah atau boleh.
Ketiga : Hadits Abu Darda’ ra, bahwasanya Rasulullah bersabda :
ما أحل الله في كتابه فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئاً وتلا قوله تعالى :( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ) سورة مريم الآية 64
“Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hukumnya halal, dan apa yang diharamkannya, maka hukumnya haram. Adapun sesuatu yang tidak dibicarakannya, maka dianggap sesuatu pemberian, maka terimalah pemberiannya, karena Allah tidaklah lupa terhadap sesuatu. Kemudian beliau membaca firman Allah swt (Dan tidaklah sekali-kali Rabb-mu itu lupa) – QS Maryam : 64- “ (HR Al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)
Hadits di atas secara jelas menyebutkan bahwa sesuatu (dalam muamalah ) yang belum pernah disinggung oleh Al Qur’an dan Sunnah hukumnya adalah “afwun“ ( pemberian ) dari Allah atau sesuatu yang boleh.
Keempat : Firman Allah:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al Maidah : 2)
Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling tolong menolong di dalam kebaikan, sedang tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang membutuhkan dengan cara iuran secara rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam katagori tolong menolong yang diperintahkan Allah.
Kelima : Hadits Aisyah, ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا
“Rasullulah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau.” (HR Muslim, no : 4477)
Hadits di atas menunjukkan kebolehan untuk melakukan undian, tentunya yang tidak mengandung perjudian dan riba. Di dalam arisan juga terdapat undian yang tidak mengandung perjudian dan riba, maka hukumnya boleh.
Keenam : Pendapat para ulama tentang arisan, diantaranya adalah pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Ibnu Jibrin serta mayoritas ulama-ulama senior Saudi Arabia.[3]  Syekh Ibnu Utsaimin berkata: “Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barangsiapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapan tersebut adalah keliru, sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing.”[4]
Ini adalah hukum arisan secara umum, yaitu boleh. Tetapi walaupun begitu, ada sebagian bentuk arisan yang diharamkan dalam Islam, karena mengandung riba, penipuan dan merugikan pihak lain.
Macam-macam Arisan
Arisan yang berkembang di masyarakat banyak macamnya, diantaranya adalah arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen, arisan berantai  dan lain-lain. Karena keterbatasan tempat, penulis hanya akan menjelaskan dua macam arisan yang saja, yaitu sebagai berikut :
Pertama : Arisan Motor dengan Sistem Lelang
Maksud Arisan Sepeda Motor dengan Sistem Lelang yaitu pemenang arisan adalah yang mengajukan harga tertinggi.  Adapun kelebihan harga lelang dari harga asli sepeda motor disimpan oleh penyelenggara untuk diberikan lagi ke peserta arisan dengan cara dibelikan sepeda motor lagi.  Sehingga arisan yang asalnya selesai 20 kali pembayaran, bisa selesai sebelum itu, dikarenakan adanya uang kelebihan.
Misalnya arisan motor yang diselenggaran oleh salah satu lembaga dengan standar harga yang mengacu kepada “New Shogun” yaitu Rp. 13.635.000,-. Peserta diwajibkan menyetor Rp.250.000,- setiap bulannya selama 48  kali. Dengan setoran sebesar itu panitia arisan masih mengiming-imingi beberapa hadiah. Sehingga kalau ditotal setiap peserta akan menyetor Rp.250.000,- x 48  =   Rp. 12.000.000,-. Untuk mendapatkan motor tersebut, peserta diwajibkan lagi membayar lelang minimal Rp. 3.500.000,-  sehingga jumlah total yang harus dibayar peserta adalah Rp. 15.500.000,-.  Berarti selisisih harga lelang dengan harga asli adalah sebesar Rp. 1.865.000,-. Peserta yang kepingin mendapatkan motor cepat, maka harga lelangnya harus lebih tinggi.
Bentuk arisan di atas hukumnya haram, karena ada sebagian anggota yang membayar lebih banyak dari yang lain, padahal arisan itu identik dengan hutang, sehingga kelebihan pembayaran dikatagorikan riba yang diharamkan. Selain itu ada unsur mengambil harta orang lain tanpa hak, jika panitia mengambil  keuntungan dari discount pembelian dari setiap motor yang dibelinya, padahal itu adalah haknya para peserta.
Kedua : Arisan Berantai (Program Investasi Bersama)
Yang dimaksud arisan berantai atau sering juga disebut dengan Program Investasi Bersama adalah setiap peserta harus mengirim uang dalam jumlah tertentu, umpamanya Rp.20.000,- kepada 4 anggota arisan lain yang sudah ditentukan.
Gambaran cara kerjanya sebagai berikut :
  1. Peserta mengirim uang ke  4 orang anggota.
  2. Merubah isi surat dengan cara memasukkan nama dirinya pada urutan paling bawah dan menaikkan urutan peserta sebelumnya satu tingkat sehingga peserta pada urutan pertama yang dikirimi uang keluar dari daftar urutan calon penerima uang.
  3. Mengirim surat yang telah dirubah isinya tersebut ke orang lain sebanyak-banyaknya.
  4. Setelah peserta tersebut sampai pada urutan pertama, dia akan menerima uang kiriman dari peserta baru yang jumlahnya tergantung pada jumlah surat yang dikirimkannya dulu.
Perkiraannya jika dalam satu minggu masing-masing orang melakukan promosi terhadap 20 orang member baru, kemudian masing-masing orang tadi mensponsori 20 orang, dan seterusnya (terjadi duplikasi 4 kali), maka setiap peserta yang hanya menyetor Rp 80.000,- tersebut akan mendapatkan keuntungan  Rp. 400.000,-, sampai Rp. 3.200.000.000,- dalam rentang satu sampai empat bulan.
Hukum arisan berantai seperti di atas adalah haram, karena merupakan bentuk perjudian terselubung.  Di sini seorang peserta menaruh uang dalam jumlah tertentu dan tidak mengetahui secara jelas berapa uang yang akan diterimanya. Begitu juga peserta yang tidak mendapatkan member baru, akan rugi karena tidak ada orang yang akan mengirim uang ke no rekeningnya. Dan itulah hakekat perjudian.
Arisan berantai dengan menggunakan istilah Investasi Bersama adalah bentuk penipuan, karena dalam investasi, harus ada barang yang dikembangkan atau diperjualbelikan, kemudian keuntungannya dibagi kepada peserta menurut besar dan kecilnya saham yang diberikan. Dalam arisan berantai ini tidak ada barangnya sehingga hanya berkutat di uang saja. Inilah hakekat perjudian. Wallahu a’lam.

Bekasi, 27 Dzul Qa’dah 1431 H – 4 November 2010 M
 __________________________
[1] Sa’dudin Muhammad Al Kibyi, Al Muamalah Al Maliyah Al Mua’shirah fi Dhaui Al Islam, Beirut, 2002, hlm : 75
[2] Al Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, Beirut, Dar al Kutub Al Ilmiyah, 1993 : 1/174-175
[3] Dr. Khalid bin Ali Al Musyaiqih, Al Mu’amalah Al Maliyah Al Mu’ashirah ( Fikh Muamalat Masa Kini ), hlm : 69
[4] Syarh Riyadhus Shalihin, Ibnu Utsaimin :  1/838

Redaktur : Gilang Ramadhan
Oleh: Ust. Ahmad Zain
Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah 16 Januari 1971ini menikah pada tahun pada tahun 2001 dan dikaruniai 3 orang anak ; Umar, Umair dan Fatimah. Jenjang pendidikan beliau adalah S1 di Islamic University of Medina, Jurusan Syariah Islamiyah (1982-1996). Selanjutnya S2 di Universitas Al Azhar Cairo fakultas Studi Islam Jurusan Syariah (1997-2001) dan S3 (2002-2007).Official Website.

Proses Dakwah itu menghasilkan Teroris ???

http://islamicsmartleadership.blogspot.com/
Dakwah berasal dari kata akar da’a yad’u wa da’watan yang terdiri dari tiga huruf dal,’ain dan alif. Apabila ditukar kepada masdar (kata terbitan) ia berubah menjadi (dakwah). Artinya adalah seruan,panggilan, ajakkan dan segala kata yang semakna dengan itu. Di dalam kamus bahasa “ da’wah” ialah panggilan untuk berhimpun,mengajak makan dan minum atau dorongan ke arah mengikuti mana-mana cara,jalan,aliran atau yang seperti dengannya. Di dalam al-Quran dakwah dinisbahkan kepada dakwah ilallah yang bermaksud dakwah yang kita serukan itu mengajak manusia menuju ke arah pengabdian diri kepada allah. Dengan lain kata dakwah itu adalah proses tahawwul wa taghayyur. (Merubah  & menukar )
Sebelum membicarakan persoalan Quantum Dakwah dan Tarbiyah elok kita mencermati dan memahami beberapa perkara berkaitan dakwah agar keaslian dakwah yang kita warisi ini diperkukuhkan, inovasi dan kreativiti dakwah dikembangkan.
Hakikat Pertama : Mafhum Dakwah
Syeikh Dr. Taufik al-Wa’ei mendefinisikan bahawa “dakwah ialah proses menghimpunkan manusia di atas kebaikan dan membimbing mereka mengenali kebenaran dengan melaksanakan manhaj Allah di atas muka bumi secara lisan dan praktikal, menyeru mereka melaksanakan makruf dan mencegah kemungkaran, memandu dan memimpin mereka ke jalan lurus dan bersabar serta berpesan-pesan dengan kesabaran dalam melaksanakan tanggungjawab dakwah”.
Dalam definisi ini ada beberapa pokok penting yang boleh dibuat rumusan iaitu :
  1. Dakwah adalah proses tajmik, irsyad dan qiyadah. ( kumpul,bimbing dan pimpin ). Bererti dakwah tidak terhenti dengan proses penyampaian tetapi menuntut kepada takween ( pembentukan)
  2. Dakwah adalah proses mengeluarkan manusia dari batil menuju kepada al-haq( kebenaran).Dan ini mendefinisikan dakwah adalah proses merubah manusia dari buruk kepada baik kepada lebih baik.
  3. Visi dakwah ialah memastikan pelaksanaan  manhaj allah di muka bumi dan peneguhannya.
  4. Tabiat dakwah memerlukan kesabaran dan sentiasa tawasi bis sabr sebagai indikator kejayaan dakwah. Tanpa sabar tidak mungkin dakwah akan dimenangkan.
  5. Dakwah ialah proses penegakan makruf dan pembasmian mungkar. Ruang kemakrufan dibesarkan dan ruang kemungkaran dihilang.
  6. Dakwah itu melibatkan dua pihak iaitu pelaksana dakwah ( Dai’e) samada secara individu atau jamaah dan sasaran dakwah ( mad’u) yang terdiri dari pelbagai lapisan masyarakat mengunakan uslub tertentu bagi mencapai objektif dakwah.
Hakikat Kedua : Dakwah berdiri di atas Fiqh
Dalam melaksanakan proses dakwah kita memerlukan fiqh ( kefahaman). Ini yang kita namakan sebagai fiqh dakwah.Di dalam tajuk fiqh dakwah dari himpunan Risalah al-‘Ain  penulis memberikan dua maksud Fiqh Dakwah iaitu :
  1. Kefahaman yang mendalam terhadap hukum syarak yang bersifat amali yang di ambil dari dalil-dalil tafsili dengan tujuan untuk menarik manusia beriman kepada allah, apa yang dibawa oleh para rasul, membenar dan mentaati segala perintahnya.
  2. Kajian kaedah dan asas ilmu untuk melaksanakan apa yang diperintahkan allah.
Dari mafhum ini, fiqh dakwah ialah kajian berkaitan kewajipan dakwah,amal jamaie, ciri-ciri jamaah islam,asas-asas Islam, hudnah,harb,tahaluf, piagam amal jamaie,sejarah harakah, pendirian dan ijtihad dalam isu-isu siasi dan sosial, polisi-polisi gerakan islam, manhaj, landasan, tujuan, kandungan, sasaran, strategi, metod, intipati dan segala sesuatu yang secara mutlak termasuk di dalam istilah manhaj dakwah.Termasuk juga dalam kerangka fiqh dakwah ialah menguasai pengurusan dakwah dan siasah dakwah.Muhammad Ahmad Ar-Rasyid di dalam al kitab Maasar membahagikan siasah dakwah kepada tiga iaitu siasah Kharijiah,siasah dakhiliyyah dan siasah tarbawiyah.
Fiqh Dakwah merupakan salah satu cabang ilmu yang diakui muktabar kerana tanpanya operasi dakwah tidak dapat dijayakan dengan cemerlang,kurang interaktif dan ramai manusia lari dari seruan dakwah.Kepentingan menguasai fiqh dakwah adalah sama penting kita menguasai fiqh al-ahkam.
Syeikh Jum’ah Amin telah menulis buku Fiqh Dakwah yang boleh kita jadikan rujukan dalam memahami perkara berkaitan dakwah. Begitu juga tulisan Dr. Abdul Karim Zaidan ( Usul Dakwah), buku- buku Fathy Yakan, Maududi (Tazkiratud-duat),Mustafa Mahsyur , silsilah Ihya Fiqh Dakwah ( Muhammad Ahmad Ar-Rasyid), tulisan Yusuf al-Qardawiy ( as-sohwah islamiah),silsilah Mamaratul Haq, Rasail al-‘Ain, Fi Dzilal,Majmuah Rasail, Hudhaibi ( duat la qudat),Syeikh Jasim Muhalhil ( lil du’at faqat / addakwah islamiah),El- Bahi El-Khauli (Tazkirat Duat ), Muhammad Abu Faris dan lain-lain lagi.
Menguasai fiqh dakwah bermaksud kita perlu juga menguasai fiqh syarak dan memantapkannya dengan menguasai fiqh sunan, fiqh maqasid, fiqh muwazanat, fiqh awlawiyat,fiqh ikhtilaf,fiqh waqi’. Ustaz Anis Matta menyatakan fiqh dakwah adalah metodologi untuk mempertemukan kebenaran dengan ketepatan.
Fiqh dakwah berdiri di atas ilmu syarak, landasan-landasan usul fiqh dan kaedah-kaedah fiqhiyah untuk memastikan tujuan syarak dilaksanakan dengan  mengambil kira dharuriyat, hajiyat dan tahsinat.Perlu ada daurah-daurah pemantapan ulum syariyah kepada para kader dakwah kerana manhaj dakwah kita adalah manhaj salafussolih, manhaj arrasul dan bersifat rabbani.
Hakikat Ketiga : Visi dan Misi Dakwah
Visi dakwah kita ialah memastikan terlaksananya ubidiyah lillah iaitu manhaj allah ditegakkan dimuka bumi ini. Dalam konteks ini, dakwah kita adalah proses membina peradaban, projek ketamadunan (rujuk buku tulisan Dr Abd. Hamid al-Ghazali Haula Asasiyat Masruk Islami li Nahdatil al-Ummah).
Imam Al-Bana menggariskan agenda grand design dakwah kita di dalam risalah Ta’lim iaitu :
  1. Islahul nafs. ( membaiki diri )
  2. Takween Bait Muslim (membentuk keluarga Islam )
  3. Irsyadul Mujtamak. ( memimpin masyarakat )
  4. Tahrirul watan ( membebaskan negara )
  5. Islahul hukumah ( reformasi kerajaan )
  6. I’adah Al-kiyan ad-dauli ( mengembalikan eksistensi negara)
  7. Ustaziyatul alam ( mahaguru dunia )
Maka  dalam memastikan grand design dakwah kita berjaya, kita mesti melaksanakan grand strategy dakwah secara gerakan cultural dan structural. Miswan Thahadi menyatakan  gerakan cultural ialah penglibatan para da’ie ke pelbagai lapisan masyarakat dalam mentransformasi diri menuju suasana sosio-budaya yang islami. Ini bermakna para daie bergerak bersama masyarakat untuk terlibat membangun pelbagai aspek kehidupan:ekonomi,budaya,social,pendidikan dan sebagainya.Ini berlaku secara bottom-up.
Manakala strategi structural pula ialah  penyebaran para kader-kader dakwah ke dalam lembaga-lembaga legislative,eksekutif ,penggubalan polisi  dalam kerangka melayani, membangun dan memimpin umat melalui mekanisme konstitusional.Tujuannya ialah membangunkan system,membuat polisi-polisi dalam rangka taghyir ummah. Ini berlaku secara up-down. Kedua-dua strategi ini perlu mengepak kuat,saling berkomunikasi bagi mancapai visi  dan misi dakwah. Untuk memobalisasikan perkara ini , ia mesti dipelopori dan dipimpin oleh  gerakan Islam.
Pengalaman Ikhwan dalam melaksanakan strategi ini boleh dijadikan landasan kajian dalam tajuk irsyad mujtamak. Pengalaman muassis awal Syeikh Hasan al-Bana dalam membina binaan dakwah di Mesir sehingga dilanjut oleh para pimpinannya selepasnya sehingga IM menjadi satu arus kuat di dunia. Termasuk juga pengalaman penyertaan IM Jordan di dalam kerajaan, pengalaman tajammuk Islah di Yaman, begitu juga pengalaman terkini Hamas di Palestin sebagai satu kerajaan berdepan dengan Zionis Israel.
Hakikat Keempat : Tonggak-tonggak dakwah
Dakwah yang ingin kita bawa sepertimana yang ditegaskan oleh Imam Hasan al-Bana ialah menyeru kepada jalan allah, kepada  Islam yang tulen (islamiah somimah). Dalam risalah dakwatuna, al-Bana menyatakan bahawa dakwah kita ialah islamiah bi kulli maaaniha – Islam dengan sepenuh pengertiannya.Begitu juga katanya di dalam risalah Muktamar ke- 5 : “fikratul ikhwan muslimin tadhummu kulla maani islahiyyah” (fikrah ikhwan merangkumi seluruh maksud pengislahan).Dakwah kita ialah dakwah kepada islam yang syumul . ( rujuk rukun al-Fahm dalam usul 1- risalah Taalim ).
Dalam mengemudi dakwah, kita perlu memahami tonggak-tonggak dakwah atau pilat-pilar dakwah. Hasan al-Bana menyatakan bahawa “ sesungguhnya,kewajipan kita,di mana di tangan kita terdapat cahaya lentera dan ubat- adalah bangkit untuk membaiki dan mengajak orang lain menuju pembaikan. Jika berhasil, itulah keberhasilan yang sebenar-benarnya. Namun jika tidak, sesungguhnya kita sudah menyampaikan risalah dan melaksanakan amanah…cukuplah wujud mereka yang mahu memikul risalah dan melaksanakan tugas dakwah sebagai tonggak-tonggak keberhasilan. Dengan tonggak-tongak itu mereka yakin, mereka ikhlas dan dijalannya mereka jihad..”
Pilar-pilar dakwah (arkanud dakwah) ini dinyatakan dalam tiga kunci :
  1. Ilmu
  2. Tarbiyah
  3. Jihad
Ilmu : ilmu bagi seorang dai’e meliputi ilmu tentang maddatud dakwah ( tajuk & intipati dakwah), ilmu tentang manhaj dakwah dan ilmu tentang tabiatuddakwah.
Tarbiyah pula ialah wasilah menyiapkan para kader,aktivis,daie yang akan menjadi tulang belakang dakwah.Tarbiyah ialah proses merubah kognitif kepada aplikatif ( membentuk perilaku islami ). Tarbiyah ialah proses mengembangkan aspek kebaikan dan membuang aspek jahiliyah di dalam individu. Tarbiyah juga bermaksud pemeliharaan, penambahbaikan, pertumbuhan kebaikan, menjaga fitrah, mengembang bakat dan potensi, mengarah potensi ke arah kebaikan dan kesempurnaan dan secara bertahap. Tarbiyah adalah menyamai satu kepayahan dan kesulitan. Tarbiyah itu sifatnya integrasi dan komprehensif. Tarbiyah dalam kefahaman kita melahirkan rijal yang memiliki muwasofat 10, melaksanakan wajibat arkanul baiah dan mengimplimentasikan maani 10 rukun dalam kehidupan sehingga layak menjadi rijal dakwah
Rijal dalam pemahaman kita : “ inna zhuhurad din bi dhuhuri ummatihi, wa inna zhuhurar ummah bizhuhuri rijaliha, wa inna zhuhurar rijaliha bi zhuri aqidatihim wa fikratihim wa khuluqihim” . (sesungguhnya kebangkitan Deen itu dengan kebangkitan umatnya, kebangkitan umat pula dengan kelahiran rijalnya, dan sesungguhnya kebangkitan rijal-rijalnya dengan kebangkitan (baik) aqidah,fikrah dan akhlaknya ).
Sesungguhnya tarbiyah bukanlah segala-galanya tetapi segala-galanya tidak akan pernah jadi baik tanpa tarbiyah.
Jihad adalah bagian yang tidak boleh dipisahkan dengan dakwah dan tarbiyah. Hanya dengan jihad yang sebenarnya semua proses transformasi dan perubahan berjalan baik dan akan tercapai sasaran-sasaran dakwah. Al-Bana menyatakan “ tiada dakwah tanpa jihad dan tidak ada jihad tanpa pengorbanan”. Jihad ialah pencurahan seluruh tenaga dan upaya,seluruh potensi, seluruh jiwa dan raga untuk menegakkan kalimah allah di muka bumi. Jihad ini disantuni Nabi S.A.W di dalam sabdanya dengan maksud : “ barangsiapa yang mati, sedangkan dia tidak berjihad, atau tidak ada niat berjihad, maka dia mati dalam kemunafikan”. Dalam hadis lain ia mati sebagai mati jahiliyah.
Perkataan”yaqhzu” tidak terhad kepada perang fizik tetapi juga dalam konteks komtemporari telah meluas seperti perang media, perang siber, budaya, ekonomi dan sebagainya.
Jihad itulah menjadi slogan dakwah kita “ al-jihad sabiluna”. Jihad dalam mafhum yang luas meliputi jihad qital, jihad ta’limi, jihad ilmu, jihad siasi.Tanpa jihad maka hanya omong kosong dan mimpi di siang hari.Hanya sang daie mujahid mampu menjayakan agenda dakwah.Daie Mujahid membawa ruh jihad di mana-mana ia berada, di mimbar-mimbar masjid, mimbar – mimbar parlimen, di desa dan bandar , di ceruk rantau gunung ganang, di lembaga dan jabatan sehingga tumbuh pohon-pohon dan dahan-dahan dakwah. (boleh rujuk risalah Jihad al-Bana, syarah rukun Jihad / Zaadul Maad Ibnul Qayyim-bab Jihad / al- Jihad fil Islam – Muhammad Naim Yaasin atau Dr. Abdullah Qadiri al-Ahdal).
Hakikat Kelima : Dhawabit dan Qawaid Dakwah ( Prinsip & Kaedah )
Dakwah kita adalah dakwah yang bersumberkan al-Quran dan Hadis. Sudah tentu dakwah kita berdiri di atas satu prinsip yang jelas, rabbani dan tulen.Oleh itu, dakwah kita mesti terikat dengan prinsip syarak   ( dhawabit syarie ) – lihat buku dakwah islamiah faridhah syariyyah – Dr. Sodiq Amin).
Dalam berdakwah juga memerlukan kaedah sebagai mana kaedah-kaedah dalam usul fiqh atau Qawaid Fiqhiyyah.Ulama-ulama silam seperti As-Suyuti ( Al-Asybah wan Nadhoir ), al-Qarafi ( al-Furuq ) Majalah al-ahkam al-‘adliyyah  adalah buku-buku yang membicarakan perkara berkaitan Qawaid Fiqhiyyah. Tradisi ini dilanjut dan dikembangkan oleh ulama semasa seperti Dr. Fathi Duraini di dalam bukunya Manahij Usuliyyin ( Usul Fiqh ), Syeikh Mustafa Zarqa ,Ali Nadawi, Dr. Muhamad al-Burno  ( al-Qawaid al-Fiqhiyyah) dan lain-lain lagi. Dalam kontek dakwah, Dr, Jum’ah Amin, Dr. Hammam Saeed telah menulis buku berkaitan kaedah-kaedah  dalam fiqh dakwah.
Antara 10 kaedah fiqh dakwah Syeikh Juma’ah Amin ialah :
Kaedah 1 ; Al-qudwah qabla dakwah ( menjadi qudwah sebelum berdakwah )
Kaedah 2 : Ar-Ta’lif qabla ta’rif ( menjinak dan mengikat hati sebelum memperkenalkan )
Kaedah 3 : At-ta’rif qabla taklif (memperkenalkan sebelum member tugas )
Kaedah 4 : At-tadarruj fi taklif ( bertahap dalam memberikan tugasan )
Kaedah 5 : At-taisir la ta’sir ( memudah bukan memayah)
Kaedah 6 : Al-Usul qabla furu’ ( memulakan yang pokok sebelum cabang )
Kaedah 7 : At-targhib qabla tarhib ( member harapan bukan ancaman)
Kaedah 8 : At-tafhim la al-talqin ( memberi kefahaman bukan menyampaikan semata-mata)
Kaedah 9 : at-tarbiyah la at-ta’riyah ( pendidikan bukan menelanjangi keburukan)
Kaedah 10 : Tilmizu imam la tilmiz kitab ( murid kepada guru bukan murid kepada buku)
Manakala Dr. Hammam Abd. Rahim Saeed di dalam bukunya ( Qawaid Dakwah ilallah ) pula menulis dengan pendekatan motivasi dan memberikan dorongan semangat agar para da’ie sentiasa optimistik dalam memberikan  al’atho ad-da’wi ( sumbangan dakwah ).Kaedah-kaedah ini digali dari asas-asas syarak dan seerah nabawiyah, kisah para sahabat dan salafussolih. Ia  memberikan ledakan baru dalam memperkayakan fiqh dakwah. Antara kaedah-kaedah yang dinyatakan di dalam bukunya :
Kaedah 1 : Dakwah di jalan allah adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat
Kaedah 2 : Semoga dengan usaha kamu seseorang memperolehi hidayah lebih baik dari unta merah
Kaedah 3 : Pahala diperolehi semata-mata dengan berdakwah dan tidak dikira  dengan penerimaan manusia
Kaedah 4: Daie hendaklah menjadi   sebagai mubaligh ( penyampai dakwah) dan berusaha mencapai
al-balagh. ( kepetahan & kefasihan dalam berdakwah )
Kaedah 5 : Da’ie memberikan segala usaha dakwah demi menuntut ganjaran rabbani
Kaedah 6 : Dai’e adalah cermin bagi dakwah  dan modelnya.
Kaedah 7 : Berbicaralah dengan manusia menurut kadar pemikiran mereka
Kaedah 8 : Ujian adalah sunnatullah
Kaedah 9 : Lapangan dakwah adalah luas , hendaklah dai’e memilih yang sesuai untuk dakwahnya
Kaedah 10 : Masa adalah unsur penting  dan kejayaan dakwah
Kaedah 11 : Dakwah adalah seni dan kepemimpinan, perancangan dan pemantauan.
Kaedah 12 : Dakwah merupakan satu tasawwur besar Jihad dari segi matlamat dan kesan
Kaedah 13: Dakwah adalah perniagaan  mulia ,tidak boleh dijual dengan habuan dunia, habuan dunia merosakkan maruah sang Dai’e .
Kaedah 14 : Mengenalai mad’u faktor utama mempengaruhinya
Kaedah 15 : Komtemporari, memahami kondisi umum adalah sebab-sebab kejayaan dakwah.
Kaedah 16 : Perpecahan, fitnah, uzlah dan jamaah..halangan di jalan dakwah
Kaedah 17 : Kefahaman yang betul adalah jalan amal yang betul
Kaedah 18 : Kefahaman yang memandu dan kefahaman yang wajib
Kaedah 19 : Menyeru kepada makruf dan mencegah kemungkuran merupakan kefardhuan umat
Kaedah 20 : Menyalahi maksud dan tujuan al-Quran lebih bahaya dari meninggal dan mengabaikan  al-Quran
Kaedah 21 : Amal umum adalah asas amal khusus sebagai penarik dokongan dakwah.
Kaedah-kaedah adalah sebahagian dari maksud Quantum dakwah dan Tarbiyah. Kaedah-kaedah ini akan memberikan energi baru dalam mengaplikasikan dakwah.Ia pasti menjadikan dakwah asyik, mengghairahkan dan menarik minat mad’u serta membentuk wilayah pengaruh (region of influence).Saya akan membicarakan pada sesi seterusya.
Mari kita renungi ungkapan Imam Hasan al- Bana :
 Hazihi dakwah la yasluh laha illa man ahaathoha min kulli jawanibiha..”
Dakwah ini tidak akan sesuai dan serasi kecuali dengan orang yang memahami dan menguasai dakwah dari segala aspeknya.Mana mungkin orang yang tidak memiliki apa-apa mampu memberi dan menyumbang pada orang lain bak kata pepatah “ Faqidus syai la ‘yukti” ( orang yang tiada apa-apa,tidak akan memberi..)
Wahai umat islam mari jadikan hari ini dan hari esok mu dengan satu kata yang mulia ialah dakwah..jangan mundur dalam perjalanan dakwah..jangan mudah pasrah dan lelah…Karena kita semua penerus risalah dakwah.
Redaktur : Gilang Ramadhan
Sumber :by chandra

Ketua MPR RI Meninggal Dunia





Innalillahi wainnailaihi rajiun. Kabar duka, Ketua MPR RI Taufiq Kiemas meninggal dunia. Kabar mengejutkan tersebut datang dari Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung.
Melalui akun Twitter miliknya, Pramono mengabarkan suami Megawati tersebut sudah menghembuskan nafasnya yang terakihr setelah dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura. Berikut ini pernyataan Pramono melalui Twitternya yang ditulis sekitar pukul 18.15 WIB, Sabtu (8/6/2013).






http://islamicsmartleadership.blogspot.com/


Sebelumnya beredar berita bahwa Taufiq Kiemas, sedang dirawat di sebuah rumah sakit yang berada di Singapura. Kesehatannya menurun usai menghadiri peringatan Hari Pancasila pada 1 Juni 2013 di Ende, Nusa Tenggara Timur.
“Di rumah sakit beliau didampingi Ibu Mega dan Mbak Puan. Alhamdulillah kondisinya membaik,” kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, seperti dikutip dari dakwatuna.com/

Redaktur:Gilang Ramadhan





Jumat, 07 Juni 2013

Perang Bani Sulaim di Al-Khudr


Berita yang sampai pertama kali kepada Rasulullah SAW setelah perang Badr, bahwa Bani Sulaim yang termasuk Kabilah Ghathafan menghimpun kekuatannnnya untuk menyerang Madinah. Dengan mengerahkan dua ratus orang yang menunggang onta, Nabi Muhammad SAW mendatangi mereka lalu menetap di dekat perkampungan Bani Sulaim yang bernama Al-Khudr. Melihat kedatangan beliau, mereka pun lari tunggang langgang meninggalkan lima ratus onta, yang kemudian dikuasai pasukan Muslimin. Kemudian beliau membaginya setelah mengambil seperlimanya, sehingga setiap orang mendapat bagian dua ekor onta. Mereka juga menawan seorang pemuda yang bernama Yassar, namun kemudian dia dibebaskan.

Setelah menetap disana selama tiga hari, Nabi Muhammad SAW kembali lagi ke Madinah. 

Peperangan ini terjadi pada bulan syawwal 2 Hijriah, selang tujuh hari sepulang dari Badr. Beliau mengangkat Siba' bin Arfazhah sebagai wakil beliau di Madinah. Namun menurut pendapat lain, dia adalah Ibnu Ummi Maktum.   

PERANG BADAR KUBRO




(Ramadhan, 3 Hijriah)
Sebab-sebab Peperangan

                Rasulullah memerintahkan Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid menuju ke arah utara Madinah untuk melaksanakan pengintaian. Setelah mereka tiba di sebuah tempat di Haura’ dan menetap beberapa lama di sana, akhirnya mereka mendapatkan informasi akurat bahwa Kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa hasil dagangan sangat banyak sedang dalam perjalanan pulang dari negeri Syam menuju Mekkah. Mereka segera kembali ke Madinah dan menginformasikan berita tersebut ke Rasulullah.
                Bagi Rasulullah, hal ini merupakan kesempatan emas untuk memberi pelajaran kepada kaum Quraisy, baik secara militer, politik maupun ekonomi.
                Beliau segera mengumumkan kepada para sahabat, bagi siapa yang bersedia, hendaknya bersiap-siap siap menghadang kafilah dagang Quraisy. Rasulullah tidak mewajibkan hal tersebut dan menyerahkan keputusannya kepada para sahabat. Karena itu, tidak semua sahabat saat itu menyambut seruan beliau, mereka mengira hal tersebut sama seperit pengiriman pasukan sebelumnya yang hanya memerlukan kekuatan kecil dan tidak mengira akan terjadi peperangan besar.
                Akhirnya sahabat yang menyatkan kesediaanya berjumlah 314 orang saja. Itupun mereka tidak mempersiapkannya secara maksimal sebagaimana halnya menghadapi sebuah peperangan. Pasukan penunggang kuda hanya 2 orang saja, sedang onta yang tersedia berjumlah 70, dinaiki secara bergantian oleh 2 atau 3 orang. Kemudian berangkatlah mereka menuju Badar.
                Sementara itu, Abu Sufyan dengan kecerdikannya yang mengepalai kafilah dagangannya sudah memperkirakan akan terjadinya sesuatu, karena itu, kehati-hatiannya selalu dijaga. Setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya dia dapat memastikan bahwa Rasulullah dan para sahabatnya akan menyergapnya. Seketika itu juga, dia sewa Dhomdhom bin Amr al-Ghifari untuk segera ke Mekkah meminta bantuan.
                Setibanya di Mekkah, Dhomdhom berteriak dengan keras meminta kaum Quraisy untuk membela Abu Sufyan yang teramcam serangan Rasulullah dan para sahabatnya.
Persiapan Pasukan Musyrikin.
                Penduduk Mekkah segera bersiap-siap mengirim pasukannya untuk menyelamatka kafilah dagang Abu Sufyan. Akhirnya terkumpul tentara dengan persenjataan lengkap berjumlah 1300 orang, 100 kuda, 600 baju besi dan sekian banyak onta yang tidak diketahui pasti jumlahnya. Panglima perang dipegang oleh Abu Jahal bin Hisyam.
                Lalu berangkatlah mereka menuju kota Madinah. Namun di tengah perjalanan, mereka kembali menerima surat dari Abu Sufyan, bahwa kafilahnya berhasil menghindar dari sergapan Rasulullah, karenanya dia meminta mereka kembali ke Mekkah.
                Dengan kesombongannya, Abu Jahal menolak kembali ke Mekkah. Dia justru bersikeras membawa pasukannya ke Badar. Namun sebagian pasukannya yang berjumlah 300 orang ada yang kembali ke Mekkah dan tidak ikut dalam peperangan Badr. Kini kafir Quraisy tinggal 1000 orang.
Tentara Kaum Muslimin dalam Kebimbangan.
                Setelah mengetahui kedatangan pasukan kafir Quraisy, dan mereka semakin dekat ke Badr, sementara kafilah  Abu Sufyan telah menghindar semakian jauh tak terkejar, tentara kaum muslimin berada dalam kebimbangan. Akankah mereka harus menghadapi pasukan Abu Jahal yang jumlahnya jauh lebih besar dengan persenjataan lengkap, sementara mereka berjumlah sedikit dengan persenjataan apa adanya?
Majelis Musyawarah dan Hasil Keputusan.
                Menghadapi kondisi kritis tersebut, Rasulullah mengajak para sahabatnya bermusyawarah. Sebagian pasukan ada yang khawatir menghadapi pertempuran sebagaimana Alloh SWT kisahkan dalam QS. Al-Anfal ayat 5-6 :


Setelah bermusyawarah, akhirnya mereka sepakat menghadapi pasukan kafir Quraisy dan siap menanggung berbagai kemungkinan yang terjadi. Maka merekapun akhirnya melanjutkan perjalanannya untuk menghadapi pasukan musyrikin.
Kecerdikan Rasulullah Menggali Informasi
                Rasulullah tetap berupaya mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang pasukan musuh, bahkan tampak dari sana bagaimana kecerdikan Rasulullah menggali informasi dengan tetap menjaga rahasia dirinya.
                Tidak jauh di sekitar markas pasukan kaum muslimin, Rasulullah dan Abu Bakar ash-Shiddiq bertemu dengan seorang tua dari suku arab. Rasulullah bertanya kepadanya tentang berita dua pasukan, Quraish dan pasukan Muhammad.
                Orang tua tersebut balik berkata:
“Saya tidak akan kabarkan sebelum kalian khabarkan siapa kalian?”
“Jika kamu kabarkan kepada kami, kami akan kabarkan kepadamu (siapa kami)” Jawab Rasulullah.
“Oh, jadi tukar berita?”
“Ya”
                Orang tua itu mulai mengabarkan bahwa semua informasi yang dia dengar benar, pasukan Muhammad sudah berada di tempat ini, sedang  pasukan Quraisy sekarang sudah berada di tempat ini dan ini.
                Setelah selesai mengabarkan hal tersebut,tak lupa orang tua tersebut bertanya kepada Rasulullah : “Dari mana kalian?” Sambil tergesa-gesa, Rasulullah menjawab : “Daru Ma’ (air)”
(Yang Rasulullah maksudkn air disini adalah air mani. Artinya bahwa Rasulullah dan juga semua manusia memang berasal dari setetes mani.)
Orang tu itu termagu-magu sambil bertanya-tanya, “(Suku) Ma’ yang mana? Ma’ yang di Irak?”
(Orang tua tersebut barangkali beranggapan Ma’ di sini adalah nama sebuah suku yang dikenal pada waktu itu. Ucapan tadi dikenal dengan istilah Tauriyah).
Di lain waktu, pasukan kaum muslimin berhasil menagkap dua orang bocah yang sedang mengambil air untuk memberi minum pasukan Mekkah.
                Terjadilah dialog antara Rasulullah dengan kedua anak tersebut,
                “Ada berapa jumlah mereka?”
                “Banyak”, jawab mereka.
                “Berapa persisnya?”
                “Kami tidak tahu”
                “Berapa onta yang disembelih setiap hari?”
                “Kadang sembilan, kadang sepuluh”
                “Kalau begitu jumlah mereka antara 900 hingga 1000 pasukan”
                (Dengar perkiraan setiap onta cukup untuk 100 orang)

Kaum Muslimin terlebih dahulu menempati lokasi strategis
                Pasukan kaum muslimin terus bergerak menuju Badar agar tiba lebih dahulu dan dapat menguasai sumber-sumber air di Badr. Maka di waktu isya, mereka di sumber air terdekat dan berhenti di sana.
                Khabab bin Mundzir sebagai ahli strategi militer bertanya kepada Rasulullah;
                “Ya Rasulullah, bagaimana menurutmu tempat ini, apakah ini merupakan ketetapan Alloh,
sehingga kita tidak dapat maju atau mundur darinya atau ini Cuma pendapatmu dan siasat
perang?”
“Tidak, ini Cuma pendapat saya dan siasat perang”, jawab Rasulullah.
“Kalau begituya Rasulullah, ini bukan tempat yang cocok. Bangunkan pasukan untuk menuju mata air yang lebih dekat lagi dengan pasukan musuh, lalu kita bermarkas di sana dan kita rusak mata airnya, lalu kita buat kolam dan kita penuhkan dengan air, sehingga bisa minum sedang mereka tidak”.
“Engkau telah memberikan pendapat (yang bagus)” puji Rasulullah.
                Akhirnya Rasulullah dan pasukannya bangkit dan melakukan apa yang diusulkan Khabab bin Mundzir.
                Setelah dibuatkan panggung untuk tempat Rasulullah yang berfungsi sebagai pusat komando dan antisipasi jika terdesak, lalu dipilih seorang pemuda bernama Sa’ad bin Mu’adz sebagai pemimpin pasukan pengawal Rasulullah di pusat komando tersebut.
                Pada malam harinya Rasulullah memberikan arahan-arahan kepada pasukan. Kemudian beliau melalui malamnua dengan shalat di sebuah pangkal pohon sementara kaum muslimin dapat tidur dengan tenang, penuh rasa percaya diri untuk menghadapi pertempura keesokan harinya.

Redaktur : Gilang Ramadhan