Senin, 31 Desember 2012

Istihadhoh yang terjadi pada wanita







 Istihadhoh Bukan Darah Biasa

Bila anda ditanya tentang makna dan pengertian istihadhoh, maka katakanlah: Istihadhoh adalah darah yang keluar dari jalan keluarnya darah haid, namun bukan pada masa-masa haid dan bukan pula nifas atau terkadang bersambung dengan keduanya.

Ia bukanlah darah adat kebiasaan dan tabiat kaum wanita. Ia adalah darah yang bersumber dari penyakit yang ada di dalam rahim, warnanya merah dan tidak akan berhenti kecuali jika sakitnya sembuh.

Apabila ada darah bersifat seperti yang tersebut dalam penjelasan di atas, maka dihukumi sebagai darah istihadhoh dan ini adalah perkara yang sudah amat jelas dan mudah dipahami.
Masa Istihadhoh
Bagaimanakah hukumnya jika darah yang keluar terus-menerus tersebut bergandeng dengan darah haid?! Jawab: Masalah ini tidak terlepas dari beberapa keadaan berikut:
  1. Wanita yang mengalami hal ini, memiliki adat dan kebiasaan haid yang telah dimaklumi
    Dalam keadaan seperti ini hendaknya dia menunggu seukuran kebiasaan waktu haidnya lalu mandi dan sholat. Darah yang keluar setelah habis waktu kebiasaan haidnya adalah darah istihadhoh, bukan darah haid. Dasar hukumnya adalah perkataan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassallam kepada Ummu Habibah rodhiallohu’anha: “Diamlah (tidak sholat dan puasa) seukuran masa haidmu, lalu mandi dan sholatlah.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
  2. Tidak mengetahui adat kebiasaannya, tetapi dapat membedakan antara darah haid dengan selainnya
    Dalam keadaan seperti ini hendaknya ia berusaha melihat dan membedakan darah yang keluar darinya. Jika ia melihat darah haid maka ia tidak sholat dan tidak pula puasa. Dan apabila telah bersih atau tidak terlihat tanda-tanda darah haid hendaklah dia mandi dan sholat serta puasa.
  3. Wanita yang baru pertama kali mengalami haid.
    Dalam keadaan seperti ini, maka ia mengiaskan keadaannya dengan keadaan kebanyakan wanita yang terdekat dengannya, seperti ibu, saudari perempuan, atau bibinya. Artinya, jika ibunya atau yang lainnya dari wanita yang terdekat dengannya memiliki kebiasaan haid tujuh hari maka dia menghukumi dirinya bahwa masa haidnya adalah tujuh hari dan seterusnya.
    Walhasil, dia mengikuti adat dan kebiasaan haid wanita yang terdekat dengannya. Lalu (setelah hitungan hari haidnya selesai) dia mandi dan sholat serta puasa, dan jika masih keluar darah maka dihukumi sebagai darah istihadhoh.
  4. Wanita yang lupa waktu dan adat kebiasaan haidnya
    Wanita yang dalam kondisi seperti ini hukumnya seperti wanita yang baru pertama kali mengalami haid.
Wajibkah berwudhu setiap kali hendak sholat?
Rosululloh bersabda kepada Fathimah binti Abi Qubaisy: “Dan berwudhulah di setiap hendak sholat sehingga datang waktu haid.” (HR. Bukhori)
Dan Rosululloh bersabda pula: “Dan ia (wanita yang terkena istihadhoh) berwudhu di setiap hendak sholat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Jika seseorang bertanya: Apakah hukum wudhu di sini? Wajib atau sunnahkah? Maka katakanlah: Pendapat yang kuat dalam masalah ini, hukumnya adalah sunnah. Apabila ia telah berwudhu, wudhunya tidak dianggap batal kecuali dengan pembatal-pembatal. Ia tidak wajib berwudhu di setiap hendak sholat karena ia tidak mendapat manfaat dengan memperbarui wudhunya dan karena hadatsnya terus-menerus, tiada berhenti sekejap pun. Dan adapun yang menjadi dalil kesunnahannya adalah keumuman hadits Buroidah rodhiallohuanhu: “Nabi berwudhu di setiap hendak sholat, maka pada saat hari perang pembukaan kota Makkah beliau berwudhu dan mengusap kedua sepatunya dan melakukan beberapa kali sholat dengan satu kali wudhu.” (HR. Muslim)
Wajibkah mandi setiap hendak sholat?
Wanita yang terkena sakit istihadhoh disunnahkan untuk mandi di setiap hendak sholat jika mampu. Inilah yang paling utama baginya, sebagaimana yang dilakukan oleh Ummu Habibah rodhiallohu’anha. Ummul Mu’minin Aisyah rodhiallohu’anha berkata: “Maka Ummu Habibah mandi di setiap kali hendak melakukan sholat.” (HR. Muslim)
Dan inilah pendapat jumhur ulama. Adapun hadits yang mewajibkan mandi di setiap hendak sholat tidaklah shohih sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Shiddiq Hasan Khon dalam Roudhotun Nadiyyah dan juga al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
Apabila tidak mampu mandi di setiap hendak sholat maka dia boleh menjamak antara Zhuhur dan Ashar dengan satu kali mandi. Lalu menjamak Maghrib dan Isya’ dengan satu kali mandi. Lalu mandi ketika hendak sholat Shubuh. (Lihat hadits hasan riwayat Abu Dawud: 287 dan Tirmidzi: 127) Dengan demikian ia mandi sebanyak tiga kali dalam sehari semalam.
Bagaimana jika tidak mampu melakukan kedua hal di atas? Jawab: Bila memang tidak mampu melakukan kedua hal di atas, ketahuilah—rohmatullohi ’alaikunna—bahwa yang wajib bagi wanita yang terkena istihadhoh adalah mandi satu kali ketika bersih dari haidnya.
Wajib Sholat dan Puasa
Telah kita maklumi bahwa darah istihadhoh bukanlah darah haid dan hukumnya pun berlainan dengan hukum darah haid. Ulama telah sepakat bahwa hukum wanita yang terkena sakit istihadhoh seperti hukum wanita yang suci (tidak haid). (Lihat Shohih Fiqh Sunnah 1/217)
Rosululloh bersabda kepada kaum wanita yang terkena istihadhoh: “Apabila datang haidmu maka tinggalkanlah sholat. Dan jika telah berlalu maka cucilah darah darimu lalu sholatlah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Boleh Beri’tikaf
Dari Aisyah, beliau berkata: “Salah satu istri Rasulullah melakukan i’tikaf bersama Rasulullah, dia melihat darah dan cairan berwarna kekuning-kuningan dan wadah tempat darah berada di bawahnya sedangkan dia dalam keadaan sholat.” (HR. Bukhori)
Dan ulama telah sepakat tentang bolehnya kaum wanita yang terkena istihadhoh untuk melakukan i’tikaf di masjid, sebagaimana dinukil oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shohih Muslim.
Boleh Bersetubuh Dengan Suaminya
Alloh Ta’ala berfirman dalam surat al-Baqoroh [2]: 222;
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
Dalam ayat ini Alloh menegaskan bahwa wanita yang haid tidak boleh dicampuri. Sedangkan istihadhoh bukanlah haid, maka tidak mencegah suami wanita yang terkena istihadhoh mengumpuli istrinya.
Semoga membuahkan ilmu yang bermanfaat lagi amali. Alhamdulillahi Robbil’alamin washsholatu wassalamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi washohbihi ajma’in.

Rabu, 26 Desember 2012

APA KATA AL-QUR'AN TENTANG MEMILIH PEMIMPIN?






PANDUAN AL-QUR'AN DALAM MEMILIH PEMIMPIN

Muqaddimah

Al-qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia (hudan linnas) dalam segala aspek kehidupan, baik yang menyangkut hubungan vertikal dengan Tuhan maupun hubungan horizontal dengan sesama manusia. Salah satu aspek yang menjadi perhatian Al-Qur'an adalah memilih pemimpin.

Pemimpin mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pandangan islam. Ia harus ditaati:
Sebagaimana dijelaskan  dalam Al-Qur'an  :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu." (QS.An-Nisa:59)

Petunjuk Al-Qur'an dalam memilih pemimpin
1. Dilarang memili orang kafir sebagai pemimpin. Apabila dilanggar, maka Allah tidak akan memberikan pertolongan. Sebagaimana dijelaskan  dalam Al-Qur'an  :
"Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah." (QS. Ali Imron:28)

2. Dilarang memilih pemimpin orang Yahudi atau Nasrani sebagai pemimpin. Apabila dilanggar maka yang memilih termasuk dalam golongan mereka:
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); Sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu menjadikan mereka sebagai pemimpin, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. (QS. Al-Maidah:51)

3. Dilarang memilih orang yang suka mengolok-olokan agama baik dari kalangan Ahli Kitab maupun orang kafir sebagai pemimpin. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agama-mu jadi buah ejekan dan permainan sebagai pemimpin, baik mereka dari Ahlul Kitab maupun dari orang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman." (QS. Al-Maidah:57)

Akibat yang akan menimpa apabila larangan tersebut dilanggar, maka menjadi alasan bagi Allah Swt. munurunkan siksa.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan oang-orang mukmin. Inginkah kamu menjadikan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?" (QS. An-Nisa:144)

Redaktur:Gilang Ramadhan


Selasa, 18 Desember 2012

Fatwa Yusuf Qardhawi

MUKJIZAT-MUKJIZAT NABAWIAH,  PENDAPAT DIANTARA ORANG-ORANG YANG KETERLALUAN DAN CEROBOH
Pertanyaan:

Kami sedang berbincang-bincang dalam suatu majelis tentang Nabi saw. dan mukjizat-mukjizatnya sehubungan dengan hari kelahirannya, dan tanda-tanda yang terjadi menjelang kelahirannya yang banyak diceritakan dalam kitab-kitab cerita Maulid yang biasanya dibaca di berbagai negara di setiap menjelang datangnya bulan Rabiul Awwal.

Tetapi, salah seorang hadirin mengingkari terjadinya peristiwa-peristiwa luar biasa ini dan mengingkari pula
mukjizat-mukjizat nyata dari Rasulullah saw. yang sering disebut-sebut atau tercantum dalam kitab-kitab, misalnya "telur merpati di mulut gua ketika berlangsung hijrah," "pembuatan sarang laba-laba," "kijang yang berbicara kepada beliau," "rintihan batang kurma kepada Nabi saw." Dan lain-lain yang terkenal diantara masyarakat Muslim.

Alasannya ialah, bahwa Rasulullah saw. Hanya memiliki satu mukjizat yang nyata yaitu Al-Qur'anul Karim, dan ia adalah mukjizat akliah yang teristimewa dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat para Rasul terdahulu.

Kami harapkan penjelasan Al-Ustadz tentang masalah ini dengan disertai dalil-dalil.

Semoga Al-Ustadz diberi umur panjang bagi Islam dan kaum Muslimin.
Jawab:

Pengingkaran tersebut, yang diceritakan olch Saudara penanya dari salah seorang di majelisnya, sebagian benar dan sebagian lagi salah. Tidaklah semua mukjizat Rasulullah saw. yang nyata dan tersiar di antara orang-orang merupakan riwayat yang shahih dan benar, dan tidak juga semuanya salah.

Keshahihan dan kesalahan dalam masalah-masalah ini tidaklah semata-mata disebabkan oleh pendapat atau hawa nafsu dan emosi, tetapi ditentukan oleh sanad-sanad.

Orang-orang dalam masalah ini -masalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang bersifat material- ada tiga macam:
Pertama:
Orang yang berlebihan dalam membenarkan dan menjadikan sanad dan dalil adalah sesuatu yang tercantum dalam kitab-kitab, apakah itu merupakan kitab ulama periode terdahulu maupun belakangan, yang menyaring riwayat-riwayat atau tidak, yang bersesuaian dengan pokok-pokoknya atau bahkan menyalahinya, dan apakah kitab-kitab itu diterima oleh para ulama peneliti atau tidak.

Yang penting hal itu diriwayatkan dalam sebuah kitab, meskipun tidak diketahui pengarangnya, atau disebutkan dalam sebuah kasidah yang berisi pujian terhadap Nabi saw, atau dalam kisah Maulid yang sebagiannya dibaca di bulan Rabiul Awxval setiap tahun dan sebagainya.

Ini pemikiran awam yang tidak perlu dibicarakan. Kitab-kitab itu berisi riwayat yang baik dan buruk, benar dan salah, shahih? dan palsu (dibuat-buat).

Peradaban agama kita telah tercemar oleh para pengarang semacam ini, yang menerima "kisah-kisah khayalan" dan mengisi lembaran kitab-kitab mereka, meskipun menyalahi riwayat yang shahih dan akal sehat.

Sebagian pengarang tidak memperhatikan kebenaran riwayat dari kisah-kisah ini dengan alasan tidak ada hubungannya dengan penetapan hukum syariat, baik mengenai halal atau haram dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila meriwayatkan mengenai halal dan haram, mereka bersikap keras dalam menyelidiki sanad-sanad, mengkritik para rawi dan menyaring riwayat-riwayatnya.

Namun, apabila meriwayatkan tentang amalan-amalan utama, At-Targhib wat-Tarhib, misalnya mukjizat dan sebagainya, mereka pun menyepelekan dan bersikap toleran.

Ada pula pengarang yang menyebut riwayat-riwayat dengan sanad-sanadnya - Fulan dari Fulan dari Fulan - tetapi mereka tidak memperhatikan nilai sanad-sanad ini. Apakah shahih atau tidak? Nilai para rawinya, apakah mereka tsiqat (dapat dipercaya), dapat diterima, lemah tercela, atau pendusta tertolak? Mereka beralasan bahwa apabila mereka menyebut sanadnya, maka mereka telah bebas dari tanggung jawab dan terlepas dari ikatan.

Hal itu hanya cocok dan cukup bagi para ulama di zaman-zaman permulaan. Adapun di zaman-zaman belakangan, khususnya di masa kita seperti sekarang ini, maka penyebutan sanad tidaklah berarti apa-apa. Orang-orang hanya mengandalkan penukilan dari kitab-kitab tanpa memandang sanad.

Ini adalah sikap mayoritas penulis dan pengarang di zaman kita ketika mereka mengutip dari Tarikh Thabari atau Thabaqat Ibnu Sa'ad dan lain-lain.
Kedua:
Orang yang berlebihan dalam menolak dan mengingkari mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda alamiah yang nyata. Alasannya dalam hal itu ialah, bahwa mukjizat Nabi Muhammad saw. adalah Al-Qur'anul Karim.

Didalamnya terdapat tantangan agar orang-orang mendatangkan (membuat) Al-Qur'an seperti itu, sepuluh surat atau cukup satu surat saja yang seperti itu.

Tatkala kaum musyrikin minta dari Rasulullah saw. agar mengeluarkan tanda-tanda alamiah supaya mereka mempercayainya, maka turunlah ayat Al-Qur'an yang menyatakan penolakan tegas terhadap permintaan mereka.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami'."(Q.s. Al-Isra':90).

"Atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya. " (Q.s. Al-Isra':91).

"Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat bertatap muka dengan kami." (Q.s. Al-Isra':92).

"Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca. Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul'." (Q.s. Al-Isra': 93).
Di tempat lain, Allah menyebut hal-hal yang mencegah turunnya tanda-tanda alamiah yang mereka usulkan. Firman Allah swt.:
"Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang yang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti." (Q.s. Al-Isra': 59).
Dalam surat lain Allah menolak permintaan turunnya tanda-tanda yang lain dengan mengatakan bahwa Al-Qur'an sendiri sudah cukup untuk menjadi tanda bagi Muhammad saw.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur'an), sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (Q.s. Al-Ankabut: 51).
Hikmah Ilahiah telah menghendaki mukjizat Muhammad saw. merupakan mukjizat akliah dan moral, bukan mukjizat kongkrit dan material. Hal itu dimaksudkan supaya lebih layak dengan kemanusiaan setelah melewati tahap-tahap masa kanak-kanaknya dan lebih layak dengan tabiat risalah penutup yang kekal

Mukjizat-mukjizat nyata berakhir begitu ia terjadi. Adapun mukjizat akliah, ia akan tetap kekal.

Hal itu dikuatkan oleh hadis dalam Shahih Bukhari dari Nabi saw, beliau bersabda:

"Tidak ada seorang Nabi diantara Nabi-nabi yang diutus, melainkan ia diberi tanda-tanda (mukjizat) dan kepadanya manusia beriman, tetapi apa yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diturunkan Allah kepadaku. Maka, aku berharap menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya diantara mereka pada hari Kiamat." (H.r. Bukhari).
Menurut pendapat saya, yang mendorong untuk mengambil sikap tersebut ada dua perkara:
  1. Terpukaunya manusia di zaman kita ini oleh berbagai ilmu pengetahuan (sains) yang berdiri diatas kenyataan,
    sebab-sebab dan keharusan pengaruhnya pada musababnya, sehingga sebagian orang mengira bahwa kelaziman akal tidak dapat luput dalam suatu keadaan. Maka, api harus membakar, pisau harus memotong, benda mati tidak mungkin berubah menjadi hewan, dan orang meninggal tidak mungkin dapat hidup kembali.
  2. Sifat berlebihan pada jenis pertama dalam menetapkan peristiwa-peristiwa luar biasa sebagaimana perkara hak dan batil, hingga nyaris membatalkan hukum sebab-sebab dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah bagi alam semesta ini.
Ketiga:
Pendapat pertengahan antara orang-orang yanberlebih-lebihan dalam mempercayai dan keterlaluan dalam
mengingkari. Ia adalah pendapat yang saya kuatkan dan saya ikuti.

Kesimpulan Pendapat Ini:
  1. Al-Qur'anul Karim adalah tanda terbesar dan mukjizat pertama dari Rasulullah Muhammad saw. dan Al-Qur'an merupakan tantangan bagi ahli-ahli sastra bahasa Arab khususnya dan bagi seluruh manusia umumnya. Dengan Al-Qur'an, kenabian Muhammad memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan kenabian-kenabian sebelumnya. Dalil atas kenabiannya yang benar adalah obyek risalahnya itu. Ia adalah Kitab yang merupakan mukjizat yang mengandung hidayat dan ilmu-ilmunya, keindahan lafal dan maknanya serta penjelasan hal yang gaib di masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
  2. Allah Ta'ala memuliakan penutup Rasul-rasul-Nya dengan tanda dan peristiwa luar biasa yang nyata dan bermacam-macam. Tetapi Allah tidak memaksudkan semua itu sebagai tantangan, yakni untuk menegakkan hujjah atas kenabian dan risalahnya yang benar, melainkan sebagai penghormatan atau rahmat dari Allah dan kekuatan baginya serta pemeliharaan terhadapnya bersama-sama orang-orang yang beriman dengannya, jika dalam keadaan sulit. Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa luar biasa itu tidak terjadi untuk memenuhi permintaan orang-orang kafir, bahkan sebagai rahmat dan kemuliaan dari Allah bagi Rasul-Nya dan kaum Mukmin. Dalam hal itu, misalnya peristiwa Isra' yang telah disebutkan dengan jelas dalam Al-Qur'an; dan Mi'raj yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an dan disebutkan dalam hadis-hadis yang shahih. Turunnya para malaikat untuk mengukuhkan dan membela orang-orang yang beriman di Perang Badar, turunnya hujan untuk memberi minum dan membersihkan mereka, mengukuhkan kaki mereka pada saat hal itu tidak dialami oleh kaum musyrikin, padahal mereka berada di dekat kaum Muslimin. Perlindungan Allah terhadap Rasul-Nya dan sahabatnya di dalam gua ketika hijrah, dan meskipun kaum musyrikin menemukan tempat itu, sehingga andaikata salah seorang dari mereka melihat ke bawah, tentulah kedua orang itu akan terlihat, dan lain-lain yang tercantum dalam nash Al-Qur'an.

    Juga yang sama dengan peristiwa itu adalah rasa kenyang sejumlah besar kaum Muslimin oleh makanan yang hanya sedikit ketika perang Ahzab dan Tabuk.
  3. Sesungguhnya kami tidak menetapkan peristiwa-peristiwa luar biasa semacam ini, kecuali yang telah dinashkan dalam Al-Qur'an atau disebutkan dalam Sunnah yang shahih. Adapun yang selain itu dan memenuhi kitab-kitab, maka kami tidak menerimanya dan tidak memperhatikannya .

    Di antara hadis-hadis shahih dan kuat, ialah:

    3.1. Hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok sahabat tentang "rintihan batang kurma" di atas ketika Nabi saw. pertama kali berkhutbah. Tatkala dibuatkan mimbar baginya dan beliau berdiri diatasnya untuk berkhutbah, terdengarlah suara dari batang kurma, seperti induk unta yang meratapi anaknya. Kemudian Nabi saw. menghampiri dan mengusapkan tangannya pada pohon itu. Maka, batang kurma itu pun terdiam.

    Berkata Al-Allamah Tajuddin As-Subki:

    "Rintihan batang kurma adalah mutawatir, karena ia diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, hingga sekitar 20 orang dan banyak perawi yang shahih, sehingga memastikan terjadinya."

    Begitu pula Qadli Iyadl berkata dalam Asy-Syifa': "Hadis itu mutawatir."

    3.2. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan lainnya dari sekelompok sahabat mengenai "pengadaan air yang banyak dengan cara yang tidak biasa dilakukan."

    Hal itu dilakukan dalam peperangan-peperangan dan perjalanan-perjalanan Nabi saw, misalnya pada perang Hudaibiyah, Tabuk dan lainnya.

    Diriwayatkan oleh Syaikhan, dari Anas bahwa Nabi saw. dan para sahabatnya berada di Zaura', lalu ia menyuruh mengambil segelas air. Kemudian beliau mencelupkan telapak tangannyake dalam gelas, lalu air terus rnemancar dari celah-celah jari dan ujung-ujung jarinya. Kemudian para sahabat Nabi saw. berwudhu dengan air itu.

    Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Al-Barra' bin Azib bahwa mereka berada bersama 1400 orang pada hari Hudaibiyah dan mereka menguras sumur Hudaibiyah tanpa meninggalkan setetes pun di dalamnya. Kemudian Nabi saw. mendengar hal itu dan menghampirinya. Beliau duduk di atas tepinya, kemudian menyuruh mengambil sebuah bejana berisi air, lalu berwudhu. Setelah itu, beliau berkumur dan berdoa, lalu menyemburkannya ke dalam sumur itu. Al-Barra, berkata, "Kemudian kami meninggalkannya tidak begitu jauh. Maka keluarlah air dari sumur itu yang mencukupi dan mengenyangkan ternak-ternak kami serta para pengendaranya."

    Banyak sekali hadis yang diriwayatkan mengenai "mengalirnya air" sebagai mukjizat Rasulullah saw. dengan riwayat yang shahih.

    3.3. Riwayat-riwayat yang ada dalam kitab-kitab Sunnah berupa pengabulan Allah Ta'ala terhadap doa Nabi saw. di tempat-tempat yang tidak terbilang banyaknya, misalnya untuk menurunkan hujan, ketika perang Badar agar diberi kemenangan, bagi Ibnu Abbas agar diberi kepandaian dalam ilmu agama, bagi Anas agar diberi anak yang banyak dan umur panjang, bagi sebagian orang yang mengganggunya dan sebagainya.

    3.4. Kabar-kabar yang shahih tentang kejadian-kejadian yang bakal terjadi, sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah saw. sebagian di masa hidupnya dan sebagian sesudah wafatnya, misalnya penakluk negeri Yaman, Basrah dan Persia.

    Sabda Nabi saw.: "Engkau akan dibunuh oleh golongan yang zalim." Sabda Nabi saw. Tentang Al-Hasan: "Sesungguhnya putraku ini adalah pemimpin dan dengan lantaran Allah akan mendamaikan antara dua golongan dari kaum Muslimim." "Pemberitahuannya tentang penaklukan Konstantinople dan lainnya."
  4. Adapun peristiwa-peristiwa luar biasa dan mukjizat-mukjizat yang yang tidak sah riwayatnya, maka kami tidak membenarkan dan mengesampingkannya, meskipun tersiar di antara ummat Muslim.

    Kami anggap cukup disini mengenai riwayat, bahwa ketika Nabi saw. bersembunyi di dalam gua sewaktu hijrah ke Madinah, datang dua ekor merpati bertelur di mulut gua di samping sebatang pohon yang tumbuh, lalu menutupi pintu masuk gua.

    Kisah ini tidak tercantum dalam hadis shahih, hasan maupun dhaif.

    Adapun pembuatan sarang laba-laba di gua, maka terdapat riwayat mengenai itu yang dinilai hasan oleh sebagian ulama dan dinilai lemah oleh sebagian lainnya. Pada lahirnya, Al-Qur'an menunjukkan bahwa Allah Ta'ala menolong Rasul-Nya ketika hijrah dengan pasukan yang tidak terlihat.

    Firman Allah swt.:

    "Maka Allah menurunkan ketenanganNya kepada (Muhammad) dan menolongnya dengan pasukan yang tidak dapat kamu lihat." (Q.s. At-Taubah: 40).

    Laba-laba dan merpati adalah pasukan yang terlihat dan tiada keraguan bahwa pertolongan dengan pasukan yang tidak terlihat dan tidak tersentuh lebih menunjukkan kekuasaan Ilahi dan kelemahan manusia. Peristiwa-peristiwa luar biasa ini tersiar diantara mayoritas Muslimin disebabkan adanya puji-pujian Nabawi dari para ulama periode belakangan, khususnya "Burdah" oleh Al-Bushiri vang mengatakan:

    Mereka mengira merpati tidak bertelur dan aba-laba tidak bersarang untuk melindungi sebaik-baik mahluk Perlindungan.Allah sudah mencukupi tanpa baju besi berlapis maupun benteng yang tinggi.

    Inilah sikap kami terhadap peristiwa-peristiwa luar biasa dan mukjizat-mukjizat Nabawi yang dinisbatkan kepada Nabi saw.
Wabillaahit Taufiq.


Redaktur:Gilang Ramadhan

Minggu, 09 Desember 2012

Tarbiyah Seri Ma'rifatullah



Ahammiah Makrifatullah

Sinopsis
Makrifatullah atau mengenal Allah adalah subjek utama yang mesti disempurnakan oleh seorang muslim. Para mad'u yang diajak untuk terlibat sama di dalam dakwah mestilah dipastikan betul mereka memiliki kefahaman dan pengenalan yang sahih terhadap Allah s.w.t. Mesti terpacak kukuh di dalam hati sanubari bahawa Allah adalah sebagai "Rabb" kepada sekelian alam. Keyakinan ini tentu sekali bersandarkan kepada berbagai dalil dan bukti yang kukuh. Dari keyakinan ini, akan membuahkan peningkatan iman dan taqwa. Personaliti merdeka dan bebas adalah yang lahir dari pengenalan yang mantap terhadap Allah. Juga akan lahir ketenangan, keberkatan dan kehidupan yang baik sebagai manifestasi dari mengenali Allah. Di akhirat akan dikurniakan pula dengan balasan syurga Allah. Semua ini adalah bergaris penamat di keredhaan Allah s.w.t.
Hasyiah
1. Kepentingan ilmu makrifatullah
Syarah:
  • Riwayat ada menyatakan bahawa perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah (awwaluddin makrifatullah) . Bermula dengan mengenal Allah,maka kita akan mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, dimanakah kedudukan kita berbanding makhluk-makhluk yang lain, apakah sama misi hidup kita dengan binatang-binatang yang ada di bumi ini, apakah tanggungjawab kita dan kemanakah kesudahan hidup kita. Semua persoalan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul-betul Allah sebagai Rabb dan Ilah. Yang Mencipta, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan dan seterusnya.
Dalil:
  • 47:19. Ayat ini mengarahkan kepada kita dengan bahasa (ketahuilah olehmu) bahawasanya tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin dan mukminat. Apabila al-Quran menggunakan sighah amar (perintah) maka ia menjadi wajib menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini mengetahui atau mengenali Allah (makrifatullah ) adalah wajib.
  • 3:18: Allah menyatakan bahawa tidak ada tuhan melainkan Dia, dan telah mengakui pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan. Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
  • 22:72-73: Allah telah menjanjikan kepada mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah samada ayat qauliah atau kauniah dengan api neraka. Janji ini Allah turunkan di dalam surah al-Hajj ayat 72-73: Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang kamu dapati pada muka-muka orang kafir kemarahan. Hampir-hampir mereka menendang orang-orang yang membacakan kepada mereka ayat-ayat kami. Katakanlah kepada mereka : Hendakkah aku khabarkan kepada kamu dengan yang lebih buruk daripada itu , iaitulah neraka yang telah dijanjikan oleh Allah kepada mereka yang kufur dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Wahai manusia, dibawakan satu permisalan maka hendaklah kamu dengar ! Sesunggguhnya orang-orang (berhala-berhala) yang engkau sembah selain Allah tidak akan mampu mencipta seekor nyamuk sekalipun seluruh mereka berkumpul untuk tujuan itu. Dan jika mereka dihinggapi oleh seekor lalat, mereka tidak mampu untuk menyelamatkan diri. Lemahlah orang yang menuntut dan orang yang dituntut (sembah).
  • Oleh yang demikian makrifatullah menerusi ayat-ayatNya adalah suatu kepentingan utama perlu dilaksanakan agar terselamat dari api neraka.
  • 39:67 : Mereka tidak mentaqdirkan Allah dengan ukuran yang sebenarnya sedangkan keseluruhan bumi berada di dalam genggaman-Nya pada Hari Kiamat dan langit-langit dilipatkan dengan Kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan.
  • Orang-orang kafir tidak mentaqdirkan Allah dengan taqdir yang sebenarnya kerana mereka tidak betul-betul makrifatullah. Ayat ini menarik kita agar tidak salah taqdir terhadap hakikat ketuhanan Allah yang sebenarnya. Oleh itu memerlukan makrifatullah yang sahih dan tepat.
2. Tema perbicaraan makrifatullah - Allah Rabbul Alamin
Syarah:
  • Ketika kita membicarakan tentang makrifatullah, bermakna kita berbicara tentang Rabb, Malik dan Ilah kita. Rabb yang kita fahami dari istilah al-Quran adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Manakala Ilah pula mengandungi erti yang dicintai, yang ditakuti dan juga sebagai sumber pengharapan. Kita boleh lihat hal ini di dalam surah An-Naas : 1-3. Inilah tema di dalam makrifatullah. Jika kita menguasai dan menghayati keseluruhan tema ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna ketuhanan yang sebenarnya.
Dalil:
  • 13:16 : Katakanlah: Siapakah Rabb segala langit dan bumi ? Katakanlah : Allah. Katakanlah: Adakah kamu mengambil wali selain daripada-Nya, yang tiada manafaat kepada dirinya dan tidak pula dapat memberikan mudarat ? Katakanlah: Adakah bersamaan orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bahkan adakah bersamaan gelap dengan Nur (cahaya)? Bahkan adakah mereka mengadakan bagi Allah sekutu-sekutu yang menjadikan sebagaimana Allah menjadikan, lalu serupa makhluk atas mereka ? Katakanlah : Allah Allah yang menciptakan tiap-tiap sesuatu dan Dia Esa lagi Maha Kuasa.
  • 6:12: Katakanlah : Bagi siapakah apa-apa yang dilangit dan dibumi ? Katakanlah: Bagi Allah. Dia telah menetapkan ke atas diri-Nya akan memberikan rahmat. Demi sesungguhnya Dia akan menghimpunkan kamu pada Hari Kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka tidak beriman.
  • 6:19: Katakanlah : Apakah saksi yang paling besar ? Katakanlah: Allah-lah saksi di antara aku dan kamu . Diwahyukan kepadaku al-Quran ini untuk aku memberikan amaran kepada engkau dan sesiapa yang sampai kepadanya al-Quran. Adakah engkau menyaksikan bahawa bersama Allah ada tuhan-tuhan yang lain ? Katakanlah: Aku tidak menyaksikan demikian. Katakanlah: hanya Dialah tuhan yang satu dan aku bersih dari apa yang kamu sekutukan.
  • 27:59: Katakanlah: Segala puji-pujian itu adalah hanya untuk Allah dan salam sejahtera ke atas hamba-hambanya yang dipilih. Adakah Allah yang paling baik ataukah apa yang mereka sekutukan.
  • 24:35: Allah memberi cahaya kepada seluruh langit dan bumi
  • 2:255 Allah. Tidak ada tuhan melainkan Dia. Dia Hidup dan Berdiri Menguasai seluruh isi bumi dan langit.
3. Didukung dengan dalil yang kuat:, 75: 14-15
Syarah:
  • Makrifatullah yang sahih dan tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-bukti kuat yang telah siap disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai bentuk agar manusia berfikir dan membuat penilaian . Oleh kerana itu banyak fenomena alam yang disentuh oleh al-Quran diakhirkan dengan persoalan tidakkah kamu berfikir, tidakkah kamu melihat, tidakkah kamu mendengar dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan itu boleh mendudukkan kita pada satu pandangan yang konkrit betapa semua alam cakerawala ini adalah di bawah milik dan pentadbiran Allah s.w.t.
Dalil:
  • Naqli - 6:19: Allah menurunkan al-Quran kepada Rasul sebagai bahan peringatan untuk manusia
    Aqli - 3:190: Kejadian langit, bumi dan pertukaran siang malam menjadi bukti bagi orang yang berfikir
    Fitri - 7:172 : Pertanyaan Allah kepada anak adam di alam fitrah, bukan Aku tuhanmu ? Lalu diakuri
4. Dapat menghasilkan : peningkatan iman dan taqwa
Syarah:
  • Apabila kita betul-betul mengenal Allah menerusi dalil-dalil yang kuat dan kukuh, hubungan kita dengan Allah menjadi lebih akrab. Apabila kita hampir dengan Allah, Allah lebih lagi hampir kepada kita. Setiap ayat Allah samada dalam bentuk qauliah mahupun kauniah tetap akan menjadi bahan berfikir kepada kita dan penambah keimanan serta ketakwaan. Dari sini akan menatijahkan personaliti hamba yang merdeka, tenang, penuh keberkatan dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah syurga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diredhaiNya.
5. Kemerdekaan
  • 6:82 : Orang-orang yang beriman dan tidak memcampurkan keimanannya dengan kezaliman, untuk merekalah keamanan sedang mereka itu mendapat petunjuk.
6. Ketenangan
  • 13:28 : Orang-orang yang beriman dan tenteram hatinya dengan mengingati Allah. Ingatlah (bahawa dengan mengingati Allah itu, tenteramlah segala hati.
7. Barakah
  • 7:96: Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, nescaya kami tumpahkan kepada mereka keberkatan dari langit dan bumi tetapi mereka itu mendustakan sebab itu Kami siksa mereka dengan sebab usahanya itu.
8. Kehidupan yang baik
  • 16:97: Sesiapa yang melakukan kebaikan baik lelaki mahupun perempuan sedang dia beriman nescaya Kami siapkan dia dengan kehidupan yang baik
9. Syurga
  • 10:25-26: Mereka yang melakukan kebaikan akan mendapat kebaikan dan tambahan dari Allah dan mereka akan menjadi penduduk tetap syurga Allah.
10. Mardhotillah:
  • 98:8: Balasan untuk mereka di sisi tuhannya ialah syurga Adne yang mengalir sungai dibawahnya sedang mereka kekal selama-lama di dalamnya . Allah redha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah. Syurga itu untuk orang-orang yang takut kepada Allah.

APAKAH NABI SAW MAKHLUK ALLAH YANG PERTAMA?

APAKAH NABI SAW MAKHLUK ALLAH YANG PERTAMA?
Pertanyaan:

Benarkah bahwa Nabi Muhammad saw. makhluk Allah yang pertama dan bahwa beliau diciptakan dari cahaya? Kami mengharapkan pendapat yang disertai dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Jawab:

Telah diketahui bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa makhluk pertama adalah itu atau ini ... dan seterusnya, tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para ulama Sunnah.

Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."

Hadis lainnya mengatakan, "Yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan seterusnya.

Dari itu tersiar kalimat:

"Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan adzan yang disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.

Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.

Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi pekerti agung" (Q.s. Al-Qalam: 4).
Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahb, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan sebagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul.

Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah memanggilnya kembali kepada-Nya:
"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Q.s. Az-Zumar: 30).
Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul ditanya:
"(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang mengetahui perkara yang gaib'." (Q.s. Al-Maidah: 109).
Al-Qur'an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (Q.s. Al-Kahfi: 110).

"Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (Q.s. Al-Isra': 93).
Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan, kecuali dengan wahyu dan risalah.

Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan menyanjung:

"Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (H.r. Bukhari).

Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan penciptaan Muhammad saw.

Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur'an menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:
"Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi."(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).
Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:
"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan." (Q.s. Al-Maidah: 15).
"Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.

Allah swt. berfirman:
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan." (Q.s.At-Taghaabun: 8).

"... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang terangbenderang." (Q.s. An-Nisa': 174).
Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:
"... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang..." (Q.s. Ibrahim: 1).
Doa Nabi saw.:

"Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di belakangku." (H.r. Muttafaq Alaih)

Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.

Rabu, 05 Desember 2012

DALAM PERTEMPURAN (PEPERANGAN) TIDAK ADA SAHABAT YG DIKAFIRKAN



Pertanyaan:
Dalam pertempuran sahabat, apakah ada yang dikafirkan?
Jawab:
Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi Thalib r.a. tidak menganggap orang-orang yang melawannya telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda Nabi saw. kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah, orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak (tidak taat kepada penguasa)."

Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat.

Dalam uraiannya, Nabi saw. telah bersabda:

"Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka orang itu kafir atau musyrik."

Nabi saw. juga bersabda:

"Barangsiapa yang mendatangi (berobat) kepada dukun dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka dia kafir atau mengingkari apa yang dibawa oleh Rasul."

Hal-hal yang demikian itu selalu dilakukan oleh orang-orang Islam, seakan-akan menjadi tradisi mengunjungi dukun-dukun dan bersumpah atas nama orang, tidak atas nama Allah, tetapi tidak ada satu pun di antara ulama yang memvonis mereka kafir.

Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat, tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang luas dan berbeda-beda.


SIAPAKAH DZULQARNAIN ITU?
Pertanyaan:
Didalam Al-Qur'an diterangkan masalah Dzulqarnain, yaitu:
"Hingga apabila dia telah sampai pada tempat terbenam matahari, dia pun melihat matahari terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati disitu (di laut itu) segolongan ummat. Kami berkata, 'Hai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa mereka dan boleh berbuat kebaikan terhadap mereka'." (Q.s. Al-Kahfi: 86).
Apakah yang dimaksud dengan matahari yang terbenam dalam mata air yang hitam?

Siapakah orang-orang yang didapati oleh Dzulkarnain?
Jawab:

Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan siapakah sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur'an secara rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui.

Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur'an, baik pada Surat Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia. Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya:
"Sesungguhnyapada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal." (Q.s.Yusuf: 111)
Kisah Dzulqarnain, mengandung contoh seorang raja saleh yang diberi oleh Allah kekuasaan di bumi, yang meliputi Timur dan Barat. Semua manusia dan penguasa negara tunduk atas kekuasaannya, dia tetap pada pendiriannya sebagai seorang yang saleh, taat dan bertakwa. Sebagaimana diterangkan di bawah ini:
"Berkata Dzulqarnain, 'Adapun orang yang menganiaya, maka kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya'." (Q.s. Al-Kahfi: 87).

"Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan ..." (Q.s. Al-Kahfi: 88).
Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an, hanyalah mengenai perginya Dzulqarnain ke arah terbenamnya matahari, sehingga berada pada tempat yang paling jauh. Di situ diterangkan bahwa dia telah melihat matahari seakan-akan terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya. Sebenarnya, matahari itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi penglihatan kita saja yang seakan tampak matahari itu terbenam (jatuh) ke laut. Padahal matahari itu terbit menerangi wilayah (bangsa) lain.

Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj.

Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai karunia dari Allah dan rahmat-Nya.

Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an:
"Dzulqarnain berkata, 'Ini (bendungan atau benteng) adalah suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur lebur); dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Q.s. Al-Kahfi: 98).
Tujuan utama dari Al-Qur'an dalam uraian di atas ialah sebagai contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi kekuasaan yang besar pada kesempatan yang luar biasa dan, kekuasaannya mencakup ke seluruh penjuru dunia di sekitar terbit dan terbenamnya matahari. Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan istiqamahnya tidak berubah.

Firman Allah swt.:
"Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan di bumi dan Kami telah memberikan kepadanya (Dzulqarnain) jalan (untuk mencapai) segala sesuatu." (Q.s. Al-Kahfi: 84).
Mengenai rincian dari masalah tersebut tidak diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, misalnya waktu, tempat dan kaumnya, siapa sebenarnya mereka itu. Karena tidak ada manfaatnya, maka sebaiknya kami berhenti pada hal-hal yang diterangkan saja. Jika bermanfaat, tentu hal-hal itu diterangkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.

Selasa, 04 Desember 2012

FATWA Dr. Yusuf Al-Qardhawi


SYARAT UTAMA BAGI ORANG YANG MASUK ISLAM

Pertanyaan:Apa syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam?

Jawab:
Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua kalimat Syahadat. Yaitu, "Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah." Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia mengingkari. Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan).

Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, "Laa ilaaha illallaah," Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, "Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah." Usamah lalu berkata, "Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati." Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Apakah kamu mengetahui isi hatinya?"

Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, "Mereka akan melakukan (mengerjakan) sedekah dan jihad."

ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT, PASTI MASUK SURGA

Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya orang yang semasa hidupnya selalu mengerjakan maksiat, akan tetapi pada akhir hayatnya (ketika sakaratul maut) dia mengucapkan dua kalimat Syahadat?
Jawab:

Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bertauhid, yaitu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir dia berikrar dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia berhak berada di sisi Allah dan masuk surgaNya.
Orang tersebut sudah dapat dipastikan oleh Allah akan masuk surga, walaupun masuknya terakhir (tidak bersama-sama orang yang masuk pertama), karena dia diazab terlebih dahulu di neraka disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosanya yang dikerjakan, yang belum bertobat dan tidak diampuni. Tetapi dia juga tidak kekal di neraka, karena didalam hatinya masih ada sebutir iman. Adapun dalil-dalilnya sebagaimana diterangkan dalam hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, yaitu:

Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaaha illallaah,' kemudian meninggal, maka pasti masuk surga."

Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, "Akan keluar dari neraka bagi orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaha illallaah,' walaupun hanya sebesar satu butir iman di hatinya."

Dari Abu Dzar pula, dia telah berkata bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa yang meninggal diantara umatmu dalam keadaan tanpa mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun dia berbuat zina dan mencuri." Nabi saw. mengulangi sampai dua kali.
Banyak hadis yang menunjukkan bahwa kalimat Syahadat memberi hak untuk masuk surga dan terlindung dari neraka bagi yang mengucapkannya (mengucap Laa ilaaha illallaah). Maksudnya ialah, meskipun dia banyak berbuat dosa, dia tetap masuk surga, walaupun terakhir.

Sedangkan yang dimaksud terlindung dari neraka ialah tidak selama-lamanya di dalam neraka, tetapi diazab terlebih dahulu karena perbuatan maksiatnya.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN SESEORANG

Pertanyaan:

Apa yang menyebabkan Islam seseorang menjadi batal?
Jawab:

Setiap manusia, apabila telah mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia menjadi orang Islam. Baginya wajib dan berlaku hukum-hukum Islam, yaitu beriman akan keadilan dan kesucian Islam. Wajib baginya menyerah dan mengamalkan hukum Islam yang jelas, yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Tidak ada pilihan baginya menerima atau meninggalkan sebagian. Dia harus menyerah pada semua hukum yang dihalalkan dan yang diharamkan, sebagaimana arti (maksud) dari ayat di bawah ini:

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka ..." (Q.s. Al-Ahzab: 36) .

Perlu diketahui bahwa ada diantara hukum-hukum Islam yang sudah jelas menjadi kewajiban-kewajiban, atau yang sudah jelas diharamkan (dilarang), dan hal itu sudah menjadi ketetapan yang tidak diragukan lagi, yang telah diketahui oleh ummat Islam pada umumnya. Yang demikian itu dinamakan oleh para ulama:

"Hukum-hukum agama yang sudah jelas diketahui."

Misalnya, kewajiban salat, puasa, zakat dan sebagainya. Hal itu termasuk rukun-rukun Islam. Ada yang diharamkan, misalnya, membunuh, zina, melakukan riba, minum khamar dan sebagainya.

Hal itu termasuk dalam dosa besar. Begitu juga hukum-hukum pernikahan, talak, waris dan qishash, semua itu termasuk perkara yang tidak diragukan lagi hukumnya.

Barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari hukum-hukum tersebut, menganggap ringan atau mengolok-olok, maka dia menjadi kafir dan murtad. Sebab, hukum-hukum tersebut telah diterangkan dengan jelas oleh Al-Qur'an dan dikuatkan dengan hadis-hadis Nabi saw. yang shahih atau mutawatir, dan menjadi ijma' oleh ummat Muhammad saw. dari generasi ke generasi. Maka, barangsiapa yang mendustakan hal ini, berarti mendustakan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Mendustakan (mengingkari) hal-hal tersebut dianggap kufur, kecuali bagi orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf) dan jauh dari sumber informasi. Misalnya berdiam di hutan atau jauh dari kota dan masyarakat kaum Muslimin.

Setelah mengetahui ajaran agama Islam, maka berlaku hukum baginya.

TIADA MANUSIA YANG SEMPURNA IMANNYA

Pertanyaan:

Apakah ada manusia yang sempurna?
Jawab:

Tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang mempunyai kelemahan. Seseorang yang beriman, tentu mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang sukar dihilangkan. Tiada orang Mukmin yang murni atau sempurna.

Pandangan orang jarang ditujukan pada hal-hal yang berada di pertengahan antara dua hal yang berdekatan. Bagi seseorang sesuatu itu warnanya putih saja, sebagian yang lain hitam saja, mereka lupa adanya warna yang lain, tidak putih dan tidak pula hitam.

Nabi saw. pernah bersabda kepada Abu Dzar r.a., beliau bersabda, "Engkau seorang yang masih ada padamu sifat Jahiliyah." Abu Dzar adalah seorang sahabat yang utama, termasuk dari orang-orang pertama yang beriman dan berjihad, akan tetapi masih ada kekurangannya.

Juga didalam Shahih Bukhari diterangkan oleh Nabi saw.:
"Barangsiapa yang meninggal bukan karena melakukan jihad dan tidak dirasakannya (tidak ingin) dalam jiwanya maksud akan berjihad, maka dia mati dalam keadaan sedikit ada nifaknya."
Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang mengatakan sebagai berikut:
"Seorang Mukmin itu permulaannya tampak sedikit putih dalam kalbunya; setiap kali iman bertambah, maka bertambah putihlah kalbu itu. Begitu seterusnya, hingga kalbunya menjadi putih semua.

Begitu juga kemunafikan, pertama ada tanda-tanda hitam dalam kalbunya; dan setiap melakukan kemunafikan, maka bertambah pula hitamnya, sampai hatinya menjadi hitam semua.

Demi Allah, jika dibuka hati seorang Mukmin, maka tentu tampak putih sekali; dan jika dibuka hati orang kafir, maka tentu tampak hitam sekali."
Ini berarti seseorang tidak dapat sekaligus menjadi sempurna imannya atau menjadi munafik, tetapi kedua hal itu bertahap, yakni sedikit demi sedikit.

SIAPAKAH YANG LAYAK DISEBUT KAFIR?

Pertanyaan:

Siapakah sebenarnya yang layak dihukumi (disebut) kafir?
Jawab:

Yang layak disebut kafir ialah orang yang dengan terang-terangan tanpa malu menentang dan memusuhi agama Islam, menganggap dirinya kafir dan bangga akan perbuatannya yang terkutuk.

Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam Islam dinamakan "munafik" hukumnya.

Di dunia dia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah.

Di bawah ini kami kemukakan golongan (orang-orang) yang layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu:

1. Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat.

2. Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah.

3. Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.

Al-Imam Ghazali pernah berkata:

"Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata:

"Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam."

Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi Muhammad saw.