1. Pengertian Produksi
Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian
luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi
suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang
itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia,
bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi
kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh kekayaan
yang lebih banyak lagi dalam menuntut kehidupan
ekonomi. Dengan memberikan landasan rohani bagi manusia
sehingga sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri
menjadi terkendali.
Dalam surat al Ma’aarij dijelaskan
ada beberapa sifat alami manusia yang menjadi
azas semua kegiatan ekonomi yaitu :“sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”
Sifat tamak manusia menjadikan
manusia berkeluh kesah, tidak sabar dan
gelisah dalam perjuangan mendapatkan kekayaan.
Dengan begitu akan memacu manusia untuk
melakukan kegiatan yang produktif. Manusia
akan giat untuk memuaskan kebutuhannya yang
terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung
melakukan kerusakan (mafsadat) di muka bumi. Dari
sifat dasar manusia yang tamak itu pula
menyebabkan manusia memiliki dorongan yang
kuat dan bimbingan serta arahan yang benar dan pasti akan menjadikan
manusia memiliki sifat mulia. Kemajuan manusia akan terus berlanjut sepanjang
mereka terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya
ciptanya yang tinggi akan terus menghasilkan produk-produk
baru dan metode serta teknik produksi yang makin sempurna, sehingga mampu
menjaga taraf hidup manusia seiring dengan perubahan zaman. Sifat-sifat dasar manusia
dijelaskan dalam surat lain yaitu Ali Imran ayat 14 yang artinya : “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu :
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang ternak
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan
di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).”
Keiinginan yang tidak terbatas untuk selalu dipenuhi dan
memuaskan kehendak pada manusia semakin lama akan semakin tinggi. Karena itu
jika tidak terdapat arahan yang baik, hal itu
akan mendorong manusia melakukan kerusakan
di muka bumi, seperti yang terjadi saat ini. Al-Qur’an
memberikan pandangan hidup yang seimbang.
Di satu sisi Islam membantu pertumbuhan yang
sehat dan mulia bagi masyarakat. Di
sisi lain Islam memberi rangsangan terhadap adanya
aktivitas produktif. Karena itu Islam membuka kesempatan bagi riset
dan penelitian yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ada beberapa sabda Rasulullah yang
menegaskan pentingnya ikhtiar untuk memperoleh kebutuhan
materi dalam kehidupan, yaitu :
- “Memperoleh
penghidupan yang halal merupakan kewajiban
yang paling penting setelah kewajiban menunaikan shalat.”
- “Apabila telah selesai kau
tunaikan shalat Subuh, janganlah kamu tidur hingga kamu sendiri telah
berusaha untuk mendapatkan nafkah.”
- “Terdapat
dosa-dosa tertentu yang hanya dapat
dihapuskan dengan berusaha secara tetap dalam masalah
ekonomi.”
Dari beberapa hadits tersebut menunjukkan
bahwa manusia dianjurkan untuk selalu berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang salah satunya dengan
cara berproduksi.
Produksi adalah menciptakan manfaat
dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah
bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai
kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa
dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak
sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat
dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli
dan mengeluarkan atau mengeksploitasi
(ekstraktif). Memindahkannya dari tempat yang tidak
membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara
menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya
dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi
kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu
bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan
melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau
penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya
dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu
yang baru. Hal itu semua hanya mengubah kondisi
materi, sehingga pada kondisi yang barupun
substansinya tetap tidak berubah.
Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses
produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem
kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi
barang dan jasa yang didasarkan atas
azas kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam
mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada
kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan
kesejahteraan umum lebih luas yang menyangkut
persoalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan
banyak hal lainnya. Dalam ilmu ekonomi modern,
kesejahteraan ekonomi diukur dari segi uang.
Seperti ungkapan Profesor Pigou bahwa :
“Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai
bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.” Dalam sistem produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi
digunakan dengan cara yang lebih luas. Menurut Afzalur Rahman dalam bukunya
Doktrin Ekonomi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi
Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang
diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari
hanya barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan
sumber-sumber daya secara maksimum –baik manusia maupun
benda- demikian juga melalui ikut sertanya
jumlah maksimum orang dalam proses produksi.
Dengan
demikian, perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti
meningkatnya pendapatan, yang dapat diukur
dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam
memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap
memerhatikan tuntunan perintah-perintah Islam
tentang konsumsi. Oleh karena itu, dalam
sebuah negara Islam kenaikan volume
produksi saja tidak akan menjamin kesejahteraan
rakyat secara maksimum. Mutu barang-barang
yang diproduksi yang tunduk pada perintah
Al Qur’an dan sunnah, juga harus
diperhitungkan dalam menentukan sifat kesejahteraan ekonomi. Demikian
pula kita harus memperhitungkan akibat-akibat tidak
menguntungkan yang akan terjadi dalam
hubungannya dengan perkembangan ekonomi bahan-bahan makanan dan
minuman terlarang. Suatu negara Islam tidak hanya akan
menaruh perhatian untuk menaikkan volume produksi tetapi juga untuk
menjamin ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Di negara-negara
kapitalis modern kita temukan perbedaan yang
mencolok karena cara produksi dikendalikan oleh segelintir
kapitalis.
Oleh karena itu, sistem produksi dalam suatu negara
Islam harus dikendalikan oleh kriteria objektif dan subjektif; kriteria
yang objektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang
dapat diukur dari segi uang, dan
kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat
diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab
suci Al Qur’an dan Sunnah.
2. Pentingnya Produksi
Pentingnya peranan produksi dalam
memakmurkan kehidupan suatu bangsa dan taraf hidup manusia,
disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits, seperti : Surat al Qashash ayat 73 :
“Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”.
Surat ar Rum ayat 23 :
“Dan usahamu mencari bagian dari karuniaNya.”
Apabila dikaji secara terperinci dalam AlQur’an, maka kita
akan mendapatkan bahwa penekanan atas usaha
manusia untuk memperoleh sumber penghidupan merupakan
salah satu prinsip ekonomi yang mendasar di dalam Islam.
Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat
berbagai cara yang dibolehkan bagi manusia untuk memanfaatkan
sumber alam yang tak ternatas dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia yang tak
terbatas. Al Qur’an bukan hanya membenarkan dan
mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara
sungguh-sungguh dan terus mengingatkan keadaan
sosial dan ekonomi, tetapi telah juga mendorong
untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak
ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi ialah untuk diberikan
kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk
memperoleh rizki. Tersedianya rizki berkaitan erat
dengan usaha manusia. Usaha yang keras akan
menghasilkan sesuatu yang optimal, ganjaran
dan kemurahan dan keberhasilan yang tidak ada batasnya.
Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah
sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu
belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi.
Islammenekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula
mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57): 7).
Agar mampu mengemban fungsi sosial seoptimal
mungkin, kegiatan produksi harus melampaui
surplus untuk mencukupi kebutuhan konsumtif dan
meraih keuntungan finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial.
Melalui konsep ini, kegiatan produksi harus
bergerak di atas dua garis optimalisasi.
Optimalisasi pertama adalah mengupayakan berfungsinya sumber
dayainsani ke arah pencapaian kondisi full
employment (tanpa pengangguran), dimana setiap
orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh).
Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan
primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan
kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara proporsional.
3. Faktor-faktor Produksi
Ada beberapa jenis faktor produksi yaitu :
1. Tanah
Tanah mengandung pengertian yang
luas, yaitu termasuk semua sumber yang kita
peroleh dari udara, laut, gunung, dan
sebagainya, sampai keadaan geografi, angin, dan iklim yang
terkandung dalam tanah. Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah :
a) Bumi (tanah)
merupakan permukaan tanah yang di atasnya
kita dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah, perusahaan.
b) Mineral, seperti logam,
bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat
dimanfaatkan oleh manusia.
c) Gunung, merupakan
suatu sumber lain yang menjadi sumber
tenaga asli yang membantu dalam mengeluarkan
harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi sebagai
penadah hujan dan menajdi aliran
sungai-sungai dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki
masing-masing.
d) Hutan, merupakan sumber kekayaan alam
yang penting. Hutan memberikan bahan api, bahan-bahan mentah
untuk industri kertas, damar, perkapalan, perabotan
rumah tangga, dan sebagainya.
e) Hewan, mempunyai kegunaan
memberikan daging, susu, dan lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan
perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.
Baik Al Qur’an maupun sunnah
banyak memberikan tekanan pada pembudidayaan
tanah secara baik.
Dengan demikian, Al
Qur’an menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi
kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan pengairan, dan
menanaminya dengan tanaman yang baik. Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan
apakah mereka tidak memerhatikan bahwasanya Kami menghalau
hujan ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan
tanam-tanaman yang daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan
mereka sendiri…”
Tanah dapat dipandang dari dua sisi yaitu :
1. Tanah sebagai Sumber Daya Alam
Seorang Muslim dapat memperoleh hak milik
atas sumber-sumber daya alam setelah memenuhi
kewajibannya terhadap masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan
sumber-sumber daya alam itu dapat menimbulkan dua komponen
penghasilan, yaitu :
(a) penghasilan dari sumber-sumber
daya alam sendiri (yaitu sewa ekonomis murni) dan (b)
penghasilan dari perbaikan dalam penggunaan
sumber-sumber daya alam melalui kerja manusia dan
modal. Jadi manusia berhak untuk memanfaatkan dan
memiliki tanah untuk dipergunakan dalam mencari nafkah dan
menggunakannya sebagai salah satu faktor produksi.
2. Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat Habis
(Exhaustable).
Menurut pandangan Islam sumber daya
yang dapat habis adalah milik generasi
kini maupun generasi-generasi masa yang akan
datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan sumber-sumber
daya yang dapat habis sehingga menimbulkan
bahaya bagi generasi yang akan datang. Dari
analisis tersebut, hipotesis atau kebijaksanaan pedoman dapat
disusun sebagai berikut :
1) Pembangunan
pertanian pada negara-negara Islam dapat
ditingkatkan melalui metode penanaman yang
intensif dan ekstensif jika dilengkapi dengan
suatu program pendidikan moral, berdasarkan ajaran Islam.
2) Penghasilan yang diperoleh dari
penggunaan sumber daya yang dapat habis (exhaustable
resources) lebih digunakan untuk pembangunan lembaga-lembaga
sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan untuk infrastruktur
fisik daripada konsumsi sekarang ini
3) Sewa ekonomis murni
boleh lebih digunakan untuk memenuhi tingkat pengeluaran
konsumsi sekarang ini.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau buruh merupakan faktor produksi yang diakui di
setiap sistem ekonomi terlepas dari kecenderungan
ideologi mereka. Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan, keadaan
yang tidak terpisahkan dari buruh itu sendiri,
ketidakpekaan jangka pendek terhadap permintaan
buruh, dan yang mempunyai sikap dalam penentuan
upah, merupakan hal yang sama pada semua sistem.
Tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh
anggota badan atau pikiran untuk mendapatkan
imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang
dilakukan fisik maupun pikiran.
Manusia diciptakan untuk bekerja
dan mencari penghidupan masing-masing. Seperti disebutkan
dalam surat al Balad ayat 4 :“Sesungguhnya
Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad berarti
kesusahan, kesukaran, perjuangan dan kesulitan akibat
bekerja keras. Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia ditakdirkan
berada pada kedudukan yang tinggi (mulia) tetapi
kemajuan tersebut dapat dicapai melalui ketekunan dan bekerja keras. Di
samping itu pengertian “kabad” juga menunjukkan bahwa manusia
hendaknya berupaya untuk melakukan dan menanggung
segala kesukaran dan kesusahan dalam
perjuangan untuk mencapai tujuan.
Rasulullah saw, senantiasa menyuruh
umatnya bekerja dan tidak menyukai manusia yang bergantung
kepada kelebihan saja. Dalam Islam, buruh bukan hanya
suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang
ditawarkan untuk dijual pada para pencari
tenaga kerja. Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai
tanggung jawab moral dan sosial. Dalam kenyataannya,
seorang pekerja modern memiliki tenaga
kerja yang berhak dijualnya dengan harga setinggi mungkin (upah
tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak mutlak bebas untuk
berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan
tenaga kerjanya itu. Baik pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras.
Semua tanggung jawab buruh tidak berakhir
pada waktu seorang pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia
mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan
yang sah, baik kepentingan para majikan
maupun para pekerja yang kurang beruntung.
Dengan demikian, dalam Islam buruh
digunakan dalam arti yang lebih luas namun
lebih terbatas. Lebih luas, karena hanya
memandang pada penggunaan jasa buruh di luar batas-batas
pertimbangan keuangan. Terbatas dalam arti bahwa seorang pekerja tidak secara mutlak bebas untuk
berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu. Tenaga
kerja secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
1. Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya
pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Allah
memuliakan hambanya meskipun yang bekerja sebagai
pekerja kasar. Banyak ayat dan riwayat yang
membahas tentang kegiatan para nabi terkait
dengan peghargaan terhadap para pekerja kasar
–pekerja/tukang Nabi Sulaiman, Nabi Hud dengan pembuatan
kapal, dan sebagainya.
2. Tenaga kerja terdidik.
Dalam al Qur’an disebutkan tentang tenaga
ahli. Cerita tentang Nabi Yusuf yang
diakui pengetahuan dan kejujurannya oleh raja
yang mempercayakan tugas mengurus dan menjaga gudang
padi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa faktor
keahlian dan pendidikan menjadi sangat
penting dalam bekerja.
Kriteria Pemilihan Tenaga Kerja
Pemilihan tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga
kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor :
a) Kecakapan tenaga kerja,
merupakan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga
kerja. Islam menjunjung tinggi hasil kerja
yang cakap dan memerintahkan umat Islam
untuk mengajarkan semua jenis kerja dengan
tekun dan sempurna. Kecakapan tenaga kerja
tergantung pada tiga faktor yaitu : kesehatan fisik, mental
dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
b) Mobilisasi tenaga
kerja, merupakan pergerakan tenaga kerja
dari suatu kawasan geografi ke kawasan yang
lain. Mobilisasi terkait erat dengan kondisi
ekonomi pekerja. Mobilisasi dipengaruhi oleh
faktor tingkat upah, dimana biasanya pekerja
akan berupaya untuk mencari tempat kerja yang
memberikan tingkat upah lebih tinggi. Al
Qur’an membolehkan adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk
mencari penghidupan yang lebih baik.
c) Penduduk, jumlah penduduk
merupakan faktor yang sangat memengaruhi terhadap penawaran
tenaga kerja. Idealnya pertumbuhan penduduk
seiring/seimbang dengan pertumbuhan lapangan
kerja (pertumbuhan ekonomi).
Kebebasan Bekerja
Islam memberikan kebebasan dalam
hal mencari lapangan pekerjaan baik macam maupun
wilayah kerja demi mendapatkan kehidupan yang
lebih baik. Namun Islam tetap menggariskan bahwa
ada pekerjaan yang halal dan haram.
Kemuliaan Bekerja
Setiap pekerjaan yang halal
terbuka untuk semua orang tanpa memandang warna kulit, keturunan
atau kepercayaan. Islam mengajarkan umatnya agar menghormati
saudara seagama tanpa memandang pekerjaan dan ia memberikan
kemuliaan dan status kepada golongan buruh.
Al Qur’an membuat banyak contoh tentang kehidupan
para Rasul yang bekerja dengan tenaga sendiri untuk
kehidupannya.
3. Modal
Modal merupakan asset yang
digunakan untuk distribusi asset yang berikutnya. Modal
dapat memberikan kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan
yang lebih banyak. Pentingnya modal dalam kehidupan
manusia ditunjukkan dalam Al Qur’an surat Ali Imran
ayat 14 yang artinya :
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah
kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(syurga).”
Kata mataa’u berarti modal berupa emas
dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal
yang lain). Kata zainu menunjukkan kepentingan
modal bagi kehidupan manusia.
Sedangkan Rasulullah menekankan kepentingan modal dalam sabdanya
:
“Tidak boleh iri kecuali kepada
dua perkara yaitu : orang yang
hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan
orang yang ilmu pengetahuannya diamalkan kepada
orang lain.”
Dari hadits tersebut
diketahui bahwa mencari ilmu sama
pentingnya dengan mencari harta.
Pengumpulan modal
Ada beberapa faktor yang menentukan terhadap pengumpulan modal
yaitu :
a) Peningkatan pendapatan, dapat
dilakukan melalui cara yang bersifat wajib : pembayaran zakat dan larangan
mengenakan bunga. Sedangkan cara pilihan yaitu dengan penggunaan harta anak
yatim, penanaman modal secara tunai dan melalui warisan.Menghindari
sikap berlebih-lebihan, dalam hal ini
b) Mengurangi
kebiasaan melakukan pembelanjaan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan, menghindari gaya hidup mewah dan mubazir.
c) Pembekuan modal,
cara ini dapat menyebabkan berkurangnya modal yang dapat
digunakan. Islam membenci kegiatan pembekuan
modal atau menyimpan harta bukan untuk digunakan dalam kegiatan
produktif. Hal ini seperti disampaikan dalam surat Al Ma’arij ayat 18 yang
artinya : “Dan menghimpun (harta) lalu menyimpannya (tidak
membayarkan zakatnya).”
d) Keselamatan dan keamanan,
dalam proses penghimpunan modal, perlu adanya rasa aman
dan ketentraman dalam negara dimana lokasi penanaman modal itu
dilakukan. Bila ada jaminan keselamatan dan
keamanan dalam suatu negara, maka rakyat akan
lebih giat dalam melakukan pemupukan modal.
Dalam perspektif ekonomi konvensional, modal
dapat tumbuh dari sebagian pendapatan yang ditabungkan oleh
masyarakat. Besarnya tabungan dipengaruhi oleh
tingkat bunga.
Menurut ekonom konvensional,
semakin tinggi tingkat bunga
semakin besar imbalan tabungan,
semakin tinggi pula kecenderungan untuk menabung
dan sebaliknya. Menurut Keynes, tingkat
bunga yang tinggi akan menekan kegiatan
ekonomi dan menyebabkan volume penanaman
modal yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan uang yang terkumpul
akan mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama untuk menabung, volume
tabungan akan berkurang. Kenyataannya adalah bahwa
jika individu-individu rasional, mereka mungkin
lebih banyak menabungkan penghasilan mereka, bila
tingkat bunganya tinggi. Suatu tingkat bunga
yang tinggi berarti lebih tingginya imbalan
bagi tabungan. Oleh karena itu, berdasarkan
alasan-alasan murni, orang akan lebih banyak menabung.
Yang terpenting dalam hal ini
ialah bahwa modal dapat juga tumbuh dalam
perekonomian masyarakat yang bebas bunga. Islam membolehkan adanya laba yang
berlaku sebagai insentif untuk menabung. Islam membolehkan dua cara pembentukan
modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang
(mengurangi tingkat konsumsi untuk menabung) dan
konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan
demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya
dalam proses produksi.
4. Organisasi
Organisasi atau manajemen merupakan
proses merencanakan dan mengarahkan kegiatan
usaha perusahaan untuk mencapai tujuan.
Organisasi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Pentingnya
perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri
adalah perencana yang terbaik. Seperti disebutkan dalam surat Ali Imran ayat
173 yang artinya :
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik
pelindung.”
Peranan organisasi dalam Islam
sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan
kegiatan produksi. Ada beberapa ciri
mendasar yang harus dimiliki oleh organisasi
Islam terkait dengan fungsinya sebagai
salah satu faktor produksi, yaitu :
a) Dalam ekonomi
Islam yang pada hakekatnya lebih berdasarkan
ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman
(loan-based), para manajer cenderung mengelola
perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan
untuk membagi dividen di kalangan pemegang
saham atau berbagi keuntungan di antara mitra suatu
usaha ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian sangatlah
berbeda dalam arti bahwa mereka cenderung
untuk mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui berbagai
bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam
bermacam-macam bentk seperti musyarakah, mudharabah, dan lain-lain.
b) Sebagai akibatnya,
pengertian tentang keuntungan biasa mempunyai
arti yang lebih luas dalam kerangka ekonomi
Islam karena bunga pada modal tidak dapat
dikenakan lagi. Modal manusia yang diberikan
oleh manajer harus diintegrasikan dengan modal
yang berbentuk uang. Perilaku mengutamakan
kepentingan orang lain dalam Islam, mungkin
berbeda dalam kenyataan dan siasat
pengelolaannya, kecuali bila secara kebetulan
perilaku sebenarnya dari organisasi tersebut
serupa dengan tindakan yang diperlukan dalam memaksimalkan
keuntungan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen tidak
berusaha untuk mencari laba. Arti yang
sesungguhnya bahwa organisasi Islam sebagai faktor
produksi berbeda dengan organisasi dalam ekonomi
konvensional/secular, baik pada tingkatan konseptual
maupun pada tingkatan operasional dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan
yang tunduk pada kendala-kendala keuntungan.
c) Karena sifat
terpadu organisasi inilah tuntutan akan
integritas moral, ketepatan dan kejujuran dalam
proses perakunan (accounting) jauh lebih diperlukan
daripada dalam organisasi secular.
d) Faktor manusia dalam produksi dan strategi
usaha mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan
dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada
memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
5. Tujuan Produksi
Tujuan dari kegiatan produksi
mencapai dua hal pokok pada tingkat pribadi muslim dan umat
Islam adalah :
a) Memenuhi kebutuhan
setiap individu. Di dalam ekonomi Islam
kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik
dan istimewa sebab di dalamnya terdapat
faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai
Allah dan ihsan yang diwajibkan Allah atas
segala sesuatu. Pada tingkat pribadi muslim,
tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
b) Merealisasikan kemandirian
umat, hendaknya umat memiliki berbagai
kemampuan, keahlian dan prasarana yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual.
Dalam upaya merealisasikan pemenuhan kebutuhan
umat ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a) Melakukan perencanaan.
Perencanaan yang dilakukan seperti disyari’atkan oleh Nabi
Yusuf adalah selama 15 tahun.
Perencanaannya mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran dan
distribusi.
b) Mempersiapkan sumberdaya
manusia dan pembagian tugas yang baik.
c) Memperlakukan sumber daya alam
dengan baik.
d) Keragaman produksi dalam rangka
memenuhi kebutuhan umat.
e) Mengoptimalkan fungsi kekayaan
berupa mata uang.
6. Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam
Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang prinsip-prinsip
produksi sbb:
1) Tugas manusia di muka bumi
sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2) Islam selalu
mendorong kemajuan di bidang produksi
melalui penelitian, eksperimen dan perhitungan dalam proses pengambangan
produksi.
3) Teknik produksi diserahkan
kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4) Dalam berinovasi
dan bereksperimen prinsipnya Islam menyukai kemudahan,
menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi adalah:
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada
setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di
muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara
keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta
mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi
harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan
agama yaitu terkait dengan kebutuhan untuk
tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal
dan keturunan/kehormatan serta kemakmuran material.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan
dari tujuan kemandirian umat.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
baik kualitas spiritual, mental dan fisik.
Menurut Mannan(1992), perilaku produksi
tidak hanya menyandarkan pada kondisi permintaan pasar
tetapi juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Sejalan dengan
itu, Metwally (1992) menyatakan bahwa
fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh
variable tingkat keuntungan, tetapijuga oleh pengeluaran yang bersifat charity
atau good deeds. Sehingga fungsi utilitas dari pengusaha muslim adalah: Umax =
U(F, G) Dimana : F = tingkat keuntungan G = tingkat pengeluaran untuk good
deeds/charity
Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan untuk
charity akan meningkatkan permintaan terhadap produk
perusahaan, karena G akan menghasilkan
efekpenggandaan (multiplier effect) terhadap
kemampuan daya beli masyarakat, pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Tanpa adanya
charity,yang dalam Islam diimplementasikan melalui kewajiban zakat, golongan
miskin tidak akan mampu mengaktualisasikan permintaannya karena tidak memiliki
daya beli.
Pertentangan antara charity/shadaqahdan riba,
dimana peran sistem keuangan berdasarkan riba
sangat mendukung sistem ekonomi individualistis
dan hedonis, sedangkan shadaqah sangat bersifat
alturistis, dermawan dan penuh kesetiakawanan sosial.
Menurut Sayyid Quthb, riba adalah lawan shadaqah.
Dalam dunia usaha modern saat ini
peran sosial dari perusahaan menjadi hal yang
penting dalam rangka menyelaraskan kepentingan
perusahaan dengan masyarakat secara umum. Konsep
CSR (Corporate Social Responsibility) dengan cara
menyisihkan sebagian keuntungan bagi pemberdayaan masyarakat sekitar
perusahaan.
7. Penetapan Upah
Ada berbagai pendapat tentang penetapan upah, diantaranya :
a) Upah ditetapkan berdasarkan
tingkat kebutuhan hidup
b) Berdasarkan ketentuan
produktivitas marginal
Upah Menurut Pandangan Islam
Islam menganjurkan dalam perjanjian
tentang upah kedua pihak (pengusaha dan
pekerja) harus bersikap jujur dan adil,
sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap
pekerja maupun majikan. Aniaya terhadap pekerja
berarti mereka tidak dibayar secara adil,
sedangkan aniaya terhadap majikan yaitu mereka dipaksa
oleh kekuatan industri untuk membayar upah melebihi
kemampuan mereka.
Tingkatan Upah
Upah ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan melalui
proses negosiasi antara pekerja, majikan dan
negara. Peran negara (pemerintah) adalah
menetapkan tingkat upah minimum dengan
mempertimbangkan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan
bawah. Tingkat upah minimum sewaktu-waktu
harus ditinjau kembali untuk melakukan
penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga
dan biaya hidup. Tingkat maksimumnya ditentukan
berdasarkan sumbangan tenaganya dan nilainya sangat bervariasi.
Redaktur : Gilang Ramadhan
0 komentar:
Posting Komentar